BUMN masih jadi beban kas negara



JAKARTA. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyoroti rendahnya kontribusi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terhadap penerimaan negara. Hal ini bisa dilihat dari minimnya deviden atau keuntungan perusahaan pelat merah yang disetor ke kas negara.   

Anggota BPK Bidang BUMN Achsanul Qosasi, bilang, di sepanjang tahun 2014, banyak BUMN mengalami rugi. Salah pemicunya banyak investasi BUMN sia-sia. Penyebabnya, sebagian pengadaan barang BUMN berupa peralatan mesin tidak tepat sasaran.

Kalkulasi BPK, nilai kerugian BUMN akibat salah investasi mencapai 54%. Kerugian lainnya akibat belum dibayarnya dana Public Service Obligation (PSO) BUMN oleh pemerintah. Padahal, sebagian besar BUMN melaksanakan kebijakan PSO. "Banyak PSO belum dibayar," kata Achsanul di Jakarta, akhir pekan lalu.


Pada 2015, lanjut Achsanul, pemerintah masih akan memikul beban berat dari kinerja BUMN. Sebab, tahun ini BUMN hanya ditargetkan menyetor deviden Rp 34 triliun. Di sisi lain, pemerintah harus memberikan bantuan modal kepada BUMN melalui Penyertaan Modal Negara (PMN) hingga sebesar Rp 78 triliun. 

Untuk meningkatkan kontribusi BUMN terhadap negara, BPK telah memberi sejumlah rekomendasi kepada Menteri BUMN, dua pekan lalu. Selain itu, BPK telah menyerahkan seluruh rekomendasi pengajuan PMN dari pemerintah kepada Komisi XI DPR. 

Achsanul mengkritik perusahaan plat merah berstatus go public yang masih meminta modal ke negara. "Tergantung komisi XI dan komisi VI. Kalau PMN disetujui, nilainya tidak berkurang," imbuh dia.

Padahal, BUMN itu seharusnya sudah mampu mencari modal kerja sendiri. "BUMN besar, kan, sudah jadi perusahaan listed company, kenapa enggak cari dana di pasar modal? Kenapa dia masih minta kepada negara," kata dia.

Catatan KONTAN, BUMN berstatus perusahaan terbuka namun masih menerima PMN ialah Bank Mandiri (Rp 5,6 triliun), Waskita Karya (Rp 3,5 triliun, Adhi Karya (Rp 1,4 triliun), dan Antam Rp 7 triliun.

Kata Achsanul, nilai PMN yang dikucurkan bagi hampir 40 BUMN merupakan nilai terbesar dalam sejarah PMN di Indonesia. 

Ketua Komisi XI DPR RI Fadel Muhammad mengatakan, pihaknya sangat tak setuju pemerintah menyalurkan PMN kepada BUMN yang telah melantai di bursa. Dia bilang, pemberian PMN tersebut hanya layak diberikan kepada BUMN yang lingkup usahanya lebih pro ke rakyat kecil.

Fadel justru heran, ada BUMN besar dengan status perusahaan terbuka seperti Bank Mandiri masih meminta PMN kepada negara hingga mencapai Rp 5 triliun. "Komisi XI keberatan, kurang tepat diinjeksi duit. Lebih baik ke Askrindo, Jamkrindo, perusahan-perusahaan yang diperlukan untuk membela pengusaha kecil," kata dia.

Rencana Penyertaan Modal Negara (PMN) saat ini diajukan oleh pemerintah dalam pembahasan Rancangan Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBNP) 2015. Pemerintah menargetkan pembahasan RAPBNP akan selesai bulan Februari sehingga Maret bisa direalisasikan. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Uji Agung Santosa