KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penempatan dana perbankan di surat-surat berharga seperti Surat Berharga Negara (SBN) hingga Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) masih tetap stabil kendati suku bunga BI-Rate dipangkas 25 basis poin ke level 6%. Meski begitu, penurunan suku bunga acuan, bank diperkirakan cenderung lebih ekspansif dalam menyalurkan kredit, terutama jika permintaan kredit meningkat. Menyalurkan kredit memberikan peluang pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan menempatkan dana di SBN atau SRBI yang memberikan imbal hasil lebih rendah. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat kepemilikan sektor perbankan di Surat Berharga tahun 2022 sebesar Rp 1.863,49 triliun, naik menjadi Rp 1.987,80 triliun di 2023. Sementara per Juli 2024, penempatan dana bank di SBN mencapai Rp 2.299,36 triliun adapun pada bulan sebelumnya atau di Juni 2024 sebesar Rp 2.252,93 triliun.
Baca Juga: Kredit UMKM Tumbuh Melambat, KUR Masih Jadi Andalan Pembiayaan Sementara penyaluran kredit perbankan meningkat 12,40% secara tahunan atau year on year (yoy) menjadi Rp7.514,6 triliun pada Juli 2024. Dari sisi perbankan, Presiden Direktur Bank CIMB Niaga Lani Darmawan mengatakan, pihaknya tetap fokus dalam pertumbuhan kredit, meskipun penempatan dana di instrumen investasi seperti SBN dan SRBI juga tetap dilakukan. “Kami tidak berencana untuk meningkatkan (penempatan dana) ke SBN maupun SRBI. Bagi kami, idealnya ingin mengarah ke pertumbuhan kredit saja, apabila cost of fund (cof) bisa berangsur turun. Agar faktor risiko kredit juga bisa lebih ter-
manage," kata Lani kepada kontan.co.id, Rabu (25/9). Jika melihat laporan keuangan Bank CIMB Niaga, penempatan dana di Bank Indonesia tercatat sebesar Rp 14,62 triliun per Juli 2024, terlihat susut secara tahunan dari posisi periode sama tahun lalu yang sebesar Rp 24,74 triliun per Juli 2023. Adapun penempatan dana di SBN mencapai Rp 79,77 triliun meningkat dari Juli 2023 yang sebesar Rp 62,41 triliun.
Baca Juga: Perbankan Andalkan Pendanaan Non DPK di Tengah Pertumbuhan DPK yang Lambat Sementara itu kredit CIMB Niaga masih mampu tumbuh mini sebesar 2,27% per Juli 2024, dengan kredit yang disalurkan sebesar Rp 147,73 triliun. Adapun PT Bank Central Asia Tbk (BCA), mencatatkan total dana yang ditempatkan pada instrumen surat berharga mencapai Rp 397 triliun per Agustus 2024 meningkat dari periode sama tahun sebelumnya yang sebesar Rp 280 triliun. Jika dirinci, komposisi terbesar adalah penempatan dana pada obligasi pemerintah. Selain itu, terdapat pula penempatan dana pada Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dan surat berharga lainnya. EVP Corporate Communication and Social Responsibility BCA Hera F. Haryn menyampaikan, pada prinsipnya, fungsi utama dari lembaga perbankan adalah sebagai sarana intermediasi ekonomi dalam artian penyaluran kredit. Per Agustus 2024, penyaluran kredit BCA tumbuh sebesar 16% secara tahunan (YoY) menjadi Rp843 triliun. Menurutnya, penempatan dana pada instrumen surat berharga merupakan bagian dari strategi pengelolaan likuiditas perusahaan. Hal ini juga dilakukan untuk mendukung perekonomian nasional. "Strategi penempatan dana di surat berharga dilakukan untuk menjaga keseimbangan antara kecukupan likuiditas dengan ekspansi kredit yang sehat," katanya. Arianto Muditomo, Pengamat Perbankan dan Praktisi Sistem Pembayaran menilai, penurunan suku bunga acuan umumnya mendorong bank untuk menempatkan dananya di instrumen pemerintah seperti Surat Berharga Negara (SBN) dan Sertifikat Bank Indonesia (SRBI) sebagai alternatif investasi yang relatif aman.
Baca Juga: Transaksi Pasar Uang Antar Bank Tetap Stabil Meski BI Rate Dipangkas "Namun, seiring turunnya suku bunga, imbal hasil dari SBN dan SRBI juga menurun, yang bisa membuat bank mengurangi alokasi ke instrumen ini. Meskipun demikian, penempatan dana di SBN dan SRBI tetap menarik untuk menjaga likuiditas dan memenuhi kewajiban regulasi," kata pria yang akrab disapa Didiet ini. Di sisi lain, Didiet menerangkan, dengan penurunan suku bunga acuan, bank biasanya cenderung lebih ekspansif dalam menyalurkan kredit, terutama jika permintaan kredit meningkat. Menurutnya, menyalurkan kredit memberikan peluang pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan menempatkan dana di SBN atau SRBI yang memberikan imbal hasil lebih rendah. "Namun, ekspansi kredit juga tergantung pada kondisi ekonomi dan permintaan dari korporasi dan konsumen. Jika permintaan kredit belum pulih sepenuhnya, bank bisa tetap mengalokasikan sebagian dananya ke SBN dan SRBI sebagai langkah konservatif," jelasnya. Ia memproyeksikan, hingga akhir 2024 bank akan terus menyesuaikan alokasi dana antara penyaluran kredit dan investasi di SBN/SRBI.
"Jika suku bunga tetap rendah, permintaan kredit diharapkan meningkat, sehingga bank cenderung lebih fokus pada ekspansi kredit untuk mendorong pertumbuhan pendapatan," ucapnya. Namun, faktor eksternal seperti kondisi ekonomi global, inflasi, dan stabilitas ekonomi domestik disebut Didiet akan mempengaruhi keputusan bank dalam menjaga keseimbangan likuiditas dan risiko. Bank pun dinilai, masih akan memanfaatkan SBN dan SRBI sebagai instrumen likuiditas, tetapi dengan porsi yang lebih fleksibel tergantung kondisi pasar. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi