KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dana kelolaan atau Asset Under Management (AUM) reksadana terproteksi harus menyusut pada bulan Juli 2022. Merujuk data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pada bulan Juli lalu, AUM reksadana terproteksi turun 2,63% secara bulanan. Padahal, pada periode tersebut, penerbitan obligasi korporasi terbilang cukup ramai. CEO Edvisor.id Praska Putrantyo menyebut, ramainya penerbitan obligasi korporasi rupanya tidak serta merta membuat manajer investasi (MI) mengganti produk reksadana terproteksi yang jatuh tempo. Alhasil, dengan adanya produk yang jatuh tempo, dana kelolaan pun ikut mengalami penurunan. Ia menambahkan, saat ini obligasi korporasi tengah menjadi incaran para investor obligasi lantaran pasar SBN berada dalam tekanan akibat isu tingginya inflasi dan kenaikan suku bunga The Fed.
“Sehingga faktor besaran yield yang kompetitif agar dapat memberikan imbal hasil indikatif yang menarik untuk investor juga menjadi pertimbangan para MI dalam menerbitkan produk baru,” katanya kepada Kontan.co.id, Sabtu (20/8).
Baca Juga: Investor Muda Dominasi Pasar Modal, Ini yang Sebaiknya Perlu Diingat Sementara dari sisi peminat, Direktur Panin Asset Management Rudiyanto menyebut, reksadana terproteksi kini semakin kehilangan pamor. Pasalnya, kini mayoritas investor yang memburu reksadana terproteksi hanya datang dari kalangan investor perorangan maupun kelompok bank. Sementara investor institusi seperti asuransi kini sudah tidak melirik lagi reksadana terproteksi. Hal ini lantaran pajak yang dikenakan untuk memiliki obligasi langsung sudah sama besarnya dengan pajak reksadana terproteksi, yakni 10%. Bahkan, di reksadana terproteksi masih terkena potongan biaya tambahan. Sedangkan, Praska masih cukup yakin, peminat reksadana terproteksi masih akan bagus ke depannya. Terlebih, ketika suku bunga naik, maka imbal hasil indikatif diperkirakan juga dapat meningkat seiring dengan tren kenaikan suku bunga di pasar uang. Di satu sisi, dengan masih adanya potensi fluktuasi di pasar obligasi, khususnya yang berbasis SBN, maka reksadana terproteksi bisa dijadikan alternatif yang menarik. Lebih lanjut, dia meyakini, dengan kenaikan suku bunga, maka imbal hasil reksadana terproteksi masih akan dapat jauh di atas imbal hasil di pasar uang dan pasar SBN utk tenor jth tempo yg sama. “Jika bicara imbal hasil (reksadana terproteksi), yang jadi acuan itu seri SBN Ritel, untuk reksadana terproteksi paling tidak harus di atas imbal hasil tersebut,” ujar Rudiyanto menambahkan. Kendati berpotensi memiliki imbal hasil yang lebih tinggi, bayang-bayang gagal bayar risiko reksadana terproteksi masih tetap ada. Terlebih, belum lama ini, salah satu emiten BUMN Karya yang obligasi korporasinya dijadikan underlying reksadana terproteksi mengalami gagal bayar. Menyikapi hal tersebut, Rudiyanto bilang bahwa pemilihan emiten memang menjadi sangat penting dalam pembentukan reksadana terproteksi. Oleh karena itu, agar Panin AM tidak tersangkut pada kasus gagal bayar, ia menyebut pihaknya tidak hanya berfokus pada rating emiten saja. Namun, juga memperhatikan faktor lain seperti dukungan pemegang saham, prospek bisnis perusahaan, serta Good Corporate Governance (GCG) perusahaan. Selain itu, Panin AM juga mengedukasi dan menjelaskan tentang aset dasar perusahaan serta menekankan pada adanya risiko gagal bayar obligasi korporasi. “Sehingga jika pembeli tidak nyaman dengan aset dasar, maka sebaiknya tidak usah membeli karena tidak ada jaminan dari perusahaan Manajer Investasi,” jelasnya.
Praska menambahkan, bagi para investor yang hendak membeli reksadana terproteksi, sebaiknya perlu mengetahui dan meriset obligasi apa yang dijadikan underlying assets dari sebuah reksadana terproteksi. Ia juga berharap bahwa para MI selalu memberikan keterbukaan kepada investor maupun calon investor yang tertarik membeli reksadana terproteksi. “Para MI sebaiknya juga menjelaskan mengenai kondisi hasil analisis aset-aset obligasi yang menjadi penempatan reksadana terproteksi sehingga investor juga dapat mengevaluasi sendiri tingkat risiko yang ada,” imbuh Praska.
Baca Juga: Faktor Pendukung Kenaikan Reksadana Pasar Uang Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat