KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasar obligasi Indonesia diperkirakan akan kembali tertekan menjelang kenaikan suku bunga bank sentral AS, Federal Reserve (the Fed). The Fed akan menggelar Federal Open Market Committee (FOMC) minggu depan. CEO Edvisor.id Praska Putrantyo mengatakan, jelang FOMC meeting dan keputusan BI yang mempertahankan suku bunga membuat tren pasar obligasi cenderung melemah, terutama di pasar SBN. "Indikator Edvisor Total Government Bonds Index menunjukkan pelemahan 0.367% sekaligus membuat pasar obligasi keseluruhan melalui indikator Edvisor Total Bonds Index turut melemah 0.252%," ucap Praska kepada Kontan.co.id, Sabtu (23/7).
Menurut Praska, hal tersebut sejalan dengan kenaikan yield SBN 10 tahun ke level 7,49% seiring peningkatan CDS tenor 5 tahun yang kembali menyentuh di atas 130. "Pelemahan tersebut terjadi karena antisipasi pengumuman BI 7 Day RR yang akhirnya dipertahankan stabil di 3,5%. Ini berbeda dari ekspektasi pasar yang mengharapkan adanya penyesuaian naik di tengah tingginya inflasi domestik dan pelemahan rupiah," ujarnya.
Baca Juga: Ada FOMC Meeting, Begini Prospek Obligasi Indonesia Praska mengatakan, pasar obligasi berpotensi kembali tertekan pasca bunga BI tetap 3,5% dan kurs rupiah masih cenderung melemah. Antisipasi pasar terhadap hasil FOMC minggu depan serta rilis inflasi domestik per Juli 2022 juga menjadi faktor berpotensi memberatkan pasar obligasi. Praska memproyeksikan, suku bunga The Fed akan naik sekitar 25 bps-50 bps menjadi 2%-2,25%, mengingat laju inflasi tahunan AS per Juni 2022 tembus rekor baru lagi 9,1% sekaligus di atas ekspektasi karena kenaikan harga komoditas energi. "Bank sentral Eropa (ECB) juga sudah memutuskan menaikan suku bunga 50 bps menjadi 0,5% setelah laju inflasi tahunan di sana melesat naik ke 8,6% per Juni 2022," tuturnya. Praska mengatakan, di tengah ekspektasi yield yang lebih tinggi, hal ini diperkirakan belum memberikan dampak signifikan terhadap penerbitan baru di pasar obligasi. Meskipun ekspektasi kupon bisa lebih tinggi dari sebelumnya. "Hal itu didasari oleh sikap BI yang masih mempertahankan suku bunga acuan di level 3,5% sehingga membuat suku bunga pasar uang yang menjadi basis risk free belum sepenuhnya naik," ucapnya. Menurut Praska, persentase kenaikan kupon obligasi bisa berbeda-beda pada tiap tenor dan kelompok rating, khususnya pada obligasi korporasi. "Hanya saja jika melihat pada pergerakan yield SBN 10 tahun yang sudah mencapai 7%, tentu berpotensi adanya permintaan imbal hasil yang lebih tinggi dengan kisaran 50 bps-100 bps dibanding posisi akhir tahun lalu," ucap Praska.
Menurut Praska, investasi di obligasi masih menarik, hanya saja investor bisa mencermati kelompok tenor pendek-menengah untuk SBN agar menghindari fluktuasi harga. Sementara di pasar obligasi korporasi, pilihan rating investment grade dan emiten dengan prospek sektor dan fundamental keuangan yang baik dalam jangka panjang dapat menjadi opsi investor.
Baca Juga: Penerbitan Obligasi AS Diprediksi Melambat Pekan Ini, Sebelum Kenaikan Bunga The Fed Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat