Hampir bisa dipastikan, setiap orang ingin memperoleh suku bunga kredit nan murah. Wajar, rata-rata bunga kredit perbankan di Indonesia masih di atas 10%. Namun, keinginan ini barangkali tidak berlaku bagi para bankir. Langkah Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga acuan alias BI rate sebesar 25 basis poin (bps) Februari lalu tampaknya belum mampu mendorong penurunan bunga kredit secara signifikan. Suku bunga dasar kredit (SBDK) di Bank Mandiri, contohnya, masih belum berubah sejak September 2014 lalu. Begitu pula, Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan Bank BNI masih menggunakan patokan SBDK per akhir Desember 2014. Presiden Joko Widodo (Jokowi) tampaknya gerah melihat tingginya bunga kredit perbankan. Karena itu, Jokowi meminta perbankan menurunkan bunga kredit. Maklum, jika bunga kredit murah, laju perekonomian akan bergerak lebih kencang. Tak cuma sekadar murah, Jokowi menargetkan, bunga kredit perbankan harus mencapai satu digit (lihat boks nukilan wawancara khusus Tim KONTAN dengan Jokowi).
Menurut Jokowi, bunga kredit akan turun signifikan jika laju inflasi bisa ditekan di bawah 5%. Ia memperkirakan, laju inflasi tahun ini bakal di bawah 5%. Sehingga, “Interest bank bisa ikut turun,” kata Jokowi. Rohan Hafas, Sekretaris Perusahaan Bank Mandiri, mengatakan, perbankan mendukung kehendak penurunan bunga kredit jika inflasi bisa di level 5%. Sebab, inflasi rendah akan mendorong suku bunga dana juga rendah. Ujungnya, suku bunga kredit ikut rendah. Namun, jangan lupa, laju inflasi yang diperhitungkan dalam penentuan BI
rate bukan komponen satu-satunya dalam menentukan bunga kredit. Tazwin Zakaria, Direktur Utama Bank BII, mengatakan, likuiditas di pasar juga menjadi komponen utama penentuan suku bunga kredit. Jika likuiditas ketat, bank terpaksa harus membayar simpanan nasabah dengan harga premium demi mengamankan likuiditas. “Biar pun inflasi rendah, suku bunga kredit susah rendah jika likuiditas kurang,” imbuh Diretur Utama Bank BCA Jahja Setiaatmadja. Susah turun Nah, jika komponen inflasi dan likuiditas terjaga dengan baik, Taswin bilang, perbankan dengan mudah mengakomodasi keinginan pemerintah menurunkan bunga kredit. Tentu, tidak semua debitur bisa menikmati bunga murah. Sebab, bank juga akan memperhitungkan risiko kredit. Gatot Suwondo, Direktur Bank BNI, bilang, penentuan bunga kredit di BNI menggunakan risk based price policy. Bila kredit dianggap berisiko tinggi, bunga kredit yang diperoleh debitur juga tinggi. Pelaku usaha jelas mendukung permintaan Jokowi agar bunga kredit mencapai satu digit. Hariyadi Sukamdani, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), mengatakan, bunga kredit satu digit bakal mendukung dunia usaha. Dengan bunga kredit rendah, perusahaan akan lebih efisien. Menurut Hariyadi, rata-rata suku bunga kredit korporasi berada di kisaran 13%–16%. Padahal, di Singapura, bunga kredit cuma 4%–5%. “Jika bunga kredit bisa 9%, kami sudah senang sekali,” kata Hariyadi. Menurut Hariyadi, perbankan selama ini masih enggan menurunkan bunga kredit dengan berbagai macam alasan. Intinya, para bankir emoh menurunkan margin keuntungan. Mereka berlomba-lomba mengejar keuntungan. Namun, menurut Jahja, bank memang harus memupuk keuntungan untuk menambah modal. Sebab, jika ingin menjadi bank besar, modal harus kuat. “Modal, kan, tidak mungkin dari pemilik terus,” elak Jahja. Bagaimana pun, bunga kredit tinggi akan memberatkan pengusaha. Andris Wijaya, pedagang beras dan pengusaha nasi liwet instan khas Garut, mengatakan, pertengahan tahun lalu, suku bunga cicilan kreditnya tiba-tiba naik dari 13,5% menjadi 15% per tahun. Padahal, margin keuntungan dari penjualan beras hanya 4%. Dengan kenaikan bunga kredit, otomatis margin keuntungan yang ia peroleh semakin tergerus. Harapan Andris tak muluk. “Bunga kredit bisa kembali ke 13% saja, saya sudah bersyukur,” tuturnya. Sementara, Sarmiji, pemilik los telur di lantai I Pasar Kebayoran Lama, lebih tak muluk-muluk. Jangankan memperoleh bunga kredit murah, memperoleh akses kredit usaha saja ia tak bisa. Baru-baru ini, permohonan kredit ke bank pelat merah ditolak lantaran usahanya dianggap tidak memenuhi syarat. “Saya ingin sekali memperoleh kredit. Kalau bisa, syaratnya cuma pakai KTP,” tutur Sarmiji. Doddy Arifianto, Kepala Divisi Risiko Perekonomian dan Sistem Perbankan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), bunga kredit bisa turun hingga satu digit jika pemerintah ataupun regulator mau melakukan intervensi. “Kalau dibiarkan, saya ragu bunga kredit bisa turun,” kata Doddy. Jadi, enggak cukup kalau pemerintah cuma ngomong. Jokowi: Target bunga kredit satu digit KONTAN:
Kenapa Anda cukup konsern dengan suku bunga kredit perbankan? JOKOWI: Urusan suku bunga, BI rate, itu urusan Bank Indonesia (BI). Tetapi, bagaimanapun perbankan itu, kan, harus kompetisi. Kalau kompetisi itu betul-betul ada, Mereka bisa mengatur cost of fund mereka agar kompetitif. Lalu, nanti akan turun. Pokoknya, target kami harus satu digit. Tapi, tidak dalam waktu ini. Nanti, kalau inflasi bisa di bawah 5%, dalam tiga tahun bunga pasti akan turun banyak. Kuncinya inflasi. KONTAN:
Itu kesepakatan dengan BI? JOKOWI: Bukan kesepakatan. Kami hanya berbicara. Kami setiap bulan ketemu tapi tidak dalam forum resmi. KONTAN:
Tapi, tetap dalam status Anda sebagai Kepala Negara, kan? JOKOWI: Ya. Pokoknya kami tidak akan pernah mengintervensi. Mengintervensi pasar maupun BI, enggak ada. Tapi, kalau inflasi bisa ditekan di bawah 5% dan perkiraan saya tahun ini di bawah 5%. Jadi, kalau itu terjadi, perbankan juga akan menyesuaikan. Interest bank juga saya kira bisa ikut. KONTAN:
Rencana untuk bank BUMN bagaimana? Apa akan ada konsolidasi sebagai bagian dari efisiensi? JOKOWI: Sampai saat ini belum. Saya belum berpikir sampai ke situ. Nanti kalau yang gede-gede ini rampung, mungkin bisa berbicara teknis. Jadi, belum ada pembicaraan holding bank BUMN. KONTAN:
Apakah hal ini yang bikin bank BUMN tidak jadi memperoleh penyertaan modal negara (PMN)? JOKOWI: Saya kira, tahapan berikut tidak ada masalah. Mereka juga harus diberi panduan. PMN itu harus menuju ke siapa. Ini yang sedang kami olah. Nanti kalau ketemu, misalnya nanti diberi, tapi 100% harus disalurkan ke usaha mikro, harus ke usaha kecil menengah, atau ke ekspor. Atau, misalnya, untuk memperbaiki kredit investasi. Harus ada arah seperti itu. Kalau tidak, nanti buyar ke mana-mana.
KONTAN:
Bagaimana kelanjutan program penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR)? JOKOWI: Oh, ini sedang diperbaiki sistemnya. Berapa jumlah maksimal kredit, akan diberikan untuk usaha-usaha apa. Kami memang harus lebih detail. Tidak hanya KUR saja kepada siapa. Pasti ada pesan yang harus dicapai, dikerjakan untuk apa. KONTAN:
Akan diarahkan untuk usaha yang berorientasi ekspor? JOKOWI: Ya, arahnya ke situ. Supaya memperbaiki neraca perdagangan. Laporan Utama KONTAN No. 24-XIX, 2015 Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tri Adi