JAKARTA. Kebijakan transparansi suku bunga kredit dasar (SBDK) yang berlaku mulai 31 Maret lalu, mengungkapkan fakta: terjadi selisih yang cukup lebar antara SBDK usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dengan bunga kredit riil begitu lebar.Data Bank Indonesia (BI) mencatat, rata-rata SBDK UMKM sebesar 12%. Namun, di pasar, perbankan mengenakan bunga kredit UMKM di atas 20%. Bankir beralasan, salah satu penyebab lebarnya jarak dua jenis bunga itu adalah karena adanya strategi penyaluran kredit linkage program.General Manager Small Business Division Bank BNI Slamet Djumantoro mengungkapkan, mitra linkage program bank seperti bank perkreditan rakyat (BPR) mengambil untung bunga cukup besar. Misalnya, bunga dari BNI 10%. Lalu BPR menjual ke debitur dengan penambahan margin untung plus premi risiko, sehingga bunga kredit menjadi 24%. "Jika ingin bunga UMKM murah, debitur langsung mengajukan saja ke kami," kata Slamet.BNI memanfaatkan linkage program karena jaringannya tidak menjangkau hingga pelosok. Saat ini SBDK ritel BNI sebesar 13,05% dan premi risiko 0,5%-3%. Sehingga, bunga riil BNI ke segmen ritel UMKM antara 13,55%-16,05%. Bank Rakyat Indonesia (BRI), dedengkot penyalur kredit UMKM yang memiliki jaringan hingga ke pelosok, menawarkan SBDK ritel 12,86%. Premi risiko rata-rata di atas 3%. Direktur UMKM BRI Jarot Kusumayakti beralasan, penyebab lebarnya selisih SBDK dengan bunga riil BRI karena besarnya biaya "merawat" kredit. "Plafon kredit UMKM kecil-kecil, sehingga biayanya besar," katanya. Biaya promosi tinggi dan akses debitur ke pelosok memakan ongkos. Alasan ini layak dipertanyakan, mengingat ongkos promosi dan biaya pengadaan kredit masuk hitungan SBDK. Besar kemungkinan, penyebab sebenarnya adalah karena BRI terlalu tinggi mematok premi risiko. Tapi, BRI punya alasan lain. "Premi risiko tinggi karena risiko menunggak juga besar," kata Jarot. Kalau begitu, jangan harap bunga riil dan NIM perbankan akan turun.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Bunga kredit UMKM lebih tinggi 8% di atas bunga dasar.
JAKARTA. Kebijakan transparansi suku bunga kredit dasar (SBDK) yang berlaku mulai 31 Maret lalu, mengungkapkan fakta: terjadi selisih yang cukup lebar antara SBDK usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dengan bunga kredit riil begitu lebar.Data Bank Indonesia (BI) mencatat, rata-rata SBDK UMKM sebesar 12%. Namun, di pasar, perbankan mengenakan bunga kredit UMKM di atas 20%. Bankir beralasan, salah satu penyebab lebarnya jarak dua jenis bunga itu adalah karena adanya strategi penyaluran kredit linkage program.General Manager Small Business Division Bank BNI Slamet Djumantoro mengungkapkan, mitra linkage program bank seperti bank perkreditan rakyat (BPR) mengambil untung bunga cukup besar. Misalnya, bunga dari BNI 10%. Lalu BPR menjual ke debitur dengan penambahan margin untung plus premi risiko, sehingga bunga kredit menjadi 24%. "Jika ingin bunga UMKM murah, debitur langsung mengajukan saja ke kami," kata Slamet.BNI memanfaatkan linkage program karena jaringannya tidak menjangkau hingga pelosok. Saat ini SBDK ritel BNI sebesar 13,05% dan premi risiko 0,5%-3%. Sehingga, bunga riil BNI ke segmen ritel UMKM antara 13,55%-16,05%. Bank Rakyat Indonesia (BRI), dedengkot penyalur kredit UMKM yang memiliki jaringan hingga ke pelosok, menawarkan SBDK ritel 12,86%. Premi risiko rata-rata di atas 3%. Direktur UMKM BRI Jarot Kusumayakti beralasan, penyebab lebarnya selisih SBDK dengan bunga riil BRI karena besarnya biaya "merawat" kredit. "Plafon kredit UMKM kecil-kecil, sehingga biayanya besar," katanya. Biaya promosi tinggi dan akses debitur ke pelosok memakan ongkos. Alasan ini layak dipertanyakan, mengingat ongkos promosi dan biaya pengadaan kredit masuk hitungan SBDK. Besar kemungkinan, penyebab sebenarnya adalah karena BRI terlalu tinggi mematok premi risiko. Tapi, BRI punya alasan lain. "Premi risiko tinggi karena risiko menunggak juga besar," kata Jarot. Kalau begitu, jangan harap bunga riil dan NIM perbankan akan turun.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News