Bunga KUR turun, bank harus permudah persyaratan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah akan memangkas suku bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari posisi saat ini 9% menjadi 7%. Kebijakan yang akan efektif berlaku tahun depan ini sebagai upaya memperluas penyaluran program tersebut.

Rencana ini tertuang dalam revisi Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian tentang Pedoman Pelaksanaan KUR. Secara umum, revisi bertujuan untuk mencapai target dan perluasan penyaluran KUR serta mengakomodir permintaan pelaku usaha. Selain terkait besaran suku bunga, perubahan peraturan juga memungkinkan calon debitur dari kalangan pengusaha pemula memperoleh KUR.

William Henley, founder Indosterling Capital menilai, jika betul tingkat suku bunga KUR diturunkan, maka ini jelas menjadi kabar baik bagi sektor UMKM.


Logikanya, semakin rendah tingkat suku bunga, maka tingkat pengembalian ke bank maupun lembaga penyalur KUR pun semakin kecil. "Kebijakan ini juga akan meningkatkan jumlah pelaku UMKM," kata William di Jakarta, Senin (23/10).

Menurut data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) dan Badan Pusat Statistik BPS), jumlah pelaku UMKM sudah hampir mendekati 60 juta. Perinciannya 59.267.759 unit usaha mikro atau sekitar 99%,  usaha kecil sebanyak 681.522 unit atau 1,15%, usaha menengah sebanyak 59.263 unit atau 0,10%, dan usaha besar sebanyak 4.987 unit atau 0,1%.

Namun demikian, masalah penyaluran KUR tidak hanya menyangkut soal suku bunga. William menilai, ada beberapa masalah lain yang kerap menghambat penyaluran KUR.

Bila beberapa masalah ini tidak segera diselesaikan, maka penurunan suku bunga KUR belum tentu efektif menumbuhkan pelaku UMKM baru.

Di antaranya masalah yang menyangkut persyaratan berupa penyertaan agunan. Betul bahwa pelaku UMKM identik dengan kualitas usaha yang tidak bankable. Dengan begitu, perbankan kerap meminta agunan sebelum menyalurkan KUR.

Namun, kata William, hal ini jelas bertentangan dengan praktik pelaksanaan KUR di masyarakat. Masih saja pelaku UMKM diminta untuk menyertakan agunan. Tampak jelas ada ketakutan bank yang diberi amanah pemerintah menyalurkan KUR.

Padahal, rasio kredit bermasalah KUR amat sangat rendah. Sebagai gambaran pada tahun lalu, rasionya hanya 0,37%. Sedangkan rasio kredit bermasalah perbankan secara umum mencapai 3,1%.

Menurut William, mengatasi masalah semacam ini tidaklah sulit. Perbankan bisa dengan cermat mempelajari model bisnis yang diusung pelaku UMKM beserta prospek ke depan. Jika ini dilakukan dengan cermat, niscaya kredit macet jauh panggang dari api.

Hal lain yang menghambat penyaluran KUR adalah waktu tunggu pelaku UMKM untuk mendapatkan KUR. Mereka harus menunggu begitu lama tanpa ada kejelasan jadi tidaknya dana diperoleh. Sementara pada sisi lain, kebutuhan modal untuk menjalankan usaha sudah mendesak.

"Masalahnya, pelaku UMKM tidak memperoleh sosialisasi secara menyeluruh terkait KUR. Sosialisasi memang sudah ada di website-website pemerintah maupun perbankan. Akan tetapi, sosialisasi dengan forum-forum tatap muka, jelas akan lebih efektif," jelasnya.

Ia berpendapat, pemerintah maupun perbankan harus terus memperbaiki diri sambil mengevaluasi secara kontinu pelaksanaan program ini. Evaluasi ini penting demi perbaikan program KUR ke depannya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Havid Vebri