JAKARTA. Perang suku bunga antara Bank Indonesia (BI) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) berlanjut. Harapan BI agar LPS menurunkan bunga penjaminan sebesar 200 bps (2%) atau menjadi setara deposito facility rate (FasBI) tidak terwujud. Senin (13/2) LPS memutuskan menurunkan bunga penjaminan 0,5%, dari 6,5% menjadi 6%. LPS rate ini lebih tinggi 0,25% dari BI rate. Kepala Eksekutif LPS, Firdaus Djaelani, mengatakan, penurunan yang berlaku 15 Februari - 14 Mei 2012 ini sudah sesuai dengan tingkat penurunan bunga di pasar. "Penurunan bunga penjaminan harus bertahap," ujarnya.
Sebelumnya, BI menyarankan LPS menggunakan suku bunga FasBI sebagai acuan bunga pasar. Inilah harga riil bunga bank (Harian KONTAN, 13 Februari 2012). Biaya dana di pasar uang kini bergerak di antara 3,7%-3,8%. Dalam lelang Sertifikat BI (SBI) 9 Februari lalu, perbankan bersedia dananya dihargai 3,82% untuk jangka waktu 9 bulan. Angka ini lebih rendah dari bunga deposito di 7% - 7,5%. LPS menyatakan. penerapan LPS rate di bawah BI rate sulit terlaksana. Selain nasabah sensitif dengan perubahan bunga, usulan itu juga bisa berbenturan dengan Undang-Undang LPS No 24 tahun 2004. UU menyebutkan, LPS harus mengover minimal 90% dana nasabah. Bila LPS rate di bawah BI rate, taruh kata 3,75%,sementara mayoritas bank menetapkan bunga deposito di atas 6%, banyak dana yang tidak terkover LPS. Ketua Dewan Komisioner LPS, C Heru Budiargo, menjelaskan, LPS melindungi 90% dana nasabah dalam dua pengertian. Yakni, terkait jumlah simpanan per rekening dan batas suku bunga. Bila banyak nasabah tidak terlindungi, kebijakan maksimum bunga LPS menjadi tidak kredibel. Hingga akhir Desember 2011, dari sisi jumlah rekening, LPS mengover 99,87% Tapi dari sisi nominal, LPS baru mengover 58,92%. Presiden Direktur Bank CIMB Niaga, Arwin Rasyid mengatakan, penurunan LPS rate akan menyebabkan bunga dana turun, sehingga biaya kredit makin rendah. Ujungnya, mendorong pengusaha mengajukan kredit.