Bunga Rendah Kerek Pinjaman Valas ke Luar Negeri



JAKARTA. Tingkat bunga yang terus naik di Indonesia turut menyulut keringnya likuiditas di pasar uang. Padahal permintaan kredit belum juga mereda. Itulah sebabnya, industri perbankan dalam negeri pilih melirik utang valuta asing (valas) ke luar ngeri yang menawarkan bunga murah.

Untuk mengatasi kekeringan likuiditas baik rupiah maupun valas, perbankan memang memilih untuk mengencangkan ikat pinggang. Mereka dengan sendirinya membatasi ekspansi dengan hanya menyalurkan kredit kepada sektor yang menjanjikan untung besar saja.

Bagi Wakil Direktur PT Bank Danamon Indonesia Tbk Jos Luhukay adanya tindakan pihak perbankan dalam mencari pinjaman ke luar negeri merupakan hal yang wajar. “Yang menggunakan cara ini bukan kalangan perbankan, tapi juga perusahaan-perusahaan besar. Bahkan, pemerintah juga melakukan hal yang sama," kata Jos.


Yang penting, lanjut Jos, perusahaan bisa mengendalikan kewajiban valas ini. Misalnya dengan menjaga kualitas kredit yang berasal dari pinjaman luar negeri tersebut.

Dia mengakui, pinjaman luar negeri memiliki kelebihan karena menawarkan bunga murah. Karenanya, banyak perusahaan yang memilih menawarkan obligasi maupun mencari utang langsung dari luar negeri. "Apalagi banyak sumber dana yang sangat besar di sana, dengan bunga relatif lebih rendah," katanya.

Di Bank Mandiri dalam enam bulan terakhir, memang terjadi peningkatan dana masyarakat dalam bentuk valas. Bahkan pertumbuhan dana masyarakat lebih cepat ketimbang penyaluran kredit. Karena itu kami masih punya likuiditas valas sekitar US$ 300 juta, saat ini," kata Direktur Treasury Bank Mandiri, Pahala Mansyuri.

Meski rasio penyaluran dana ke kredit valas mencapai 90%, Bank Mandiri masih perlu tambahan likuiditas valas untuk membayar utang yang jatuh tempo tahun ini. "Tapi kami mencari pinjaman yang jangka panjang untuk mengatasi kesulitan likuiditas valas, karena kebanyakan dana masyarakat berjangka pendek," kata Pahala tanpa merinci berapa besar utang valas yang jatuh tempo.

Bank Mulai Mengerem Kredit Valas

Direktur Internasional dan Treasury PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) Bien Subiantoro juga mengakui di BNI mengalami kekeringan likuiditas valas. Karenanya sejak tiga bulan lalu, BNI sudah mulai mengerem ekspansi valasnya untuk menjaga likuiditas. Saat ini, rasio utang valas terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK) valas mencapai 70%.

Untuk mengendalikan pertumbuhan kredit, BNI juga akan menaikkan bunga kredit valas sebesar 25 basis poin (bps) hingga 50 bps. Kenaikan ini untuk mengimbangi kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia alias BI Rate yang naik 25 bps menjadi 9,25%. Asal tahu saja, bunga kredit valas BNI saat ini berada pada kisaran 9%.

Tapi berbeda dengan Mandiri, BNI pilih mencari utang dalam negeri saja. "Kami akan lebih mengutamakan pinjaman dalam bentuk rupiah dulu," kata Bien.

Tapi saat ini, BNI masih mempunyai cadangan valas sebesar US$ 400 juta. Persediaan valas di BNI berasal dari Dana Pihak Ketiga (DPK) dan pinjaman bilateral. Pinjaman terakhir datang dari Standard Charthered Bank senilai US$ 150 juta. Dengan begitu, kebutuhan valas BNI sampai tahun sebesar US$ 300 juta sudah terpenuhi. Jadi tak terburu-buru cari utang baru.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie