Bunga satu digit sambut relaksasi LTV



JAKARTA. Bagi yang hendak mengambil kredit pemilikan rumah (KPR), mulai bulan depan, pembayaran uang muka atau down payment (DP) akan lebih rendah, yaitu 20%, dari sebelumnya 30%. Ini untuk mendorong penyaluran kredit perumahan.

Nah agar semakin banyak peminat, sejumlah bank pemain KPR pun menyiapkan strategi bunga KPR satu digit. Kombinasi DP rendah plus bunga miring diharapkan bisa membuat permintaan KPR meningkat pesat.

Direktur Konsumer Bank Central Asia (BCA) Henry Koenaifi mengatakan, bunga satu digit bakal menarik minat konsumen mengambil KPR dan BCA menyiapkan program tersebut. "Kami berikan bunga KPR 8,5% untuk fixed lima tahun," katanya kepada KONTAN, Selasa (19/8).


Bank yang terafiliasi dengan Grup Djarum ini tidak mengubah target pertumbuhan KPR di tahun 2016. Henry bilang, BCA tetap mematok pertumbuhan KPR sebesar 10% atau mencapai sekitar Rp 65,35 triliun di akhir tahun 2016 dari perhitungan realisasi sebesar Rp 59,41 triliun per akhir tahun 2015. Segmen KPR yang BCA sasar adalah seharga Rp 500 juta ke atas.

Direktur Konsumer dan Ritel Bank Negara Indonesia (BNI) Anggoro Eko Cahyo menambahkan, bunga KPR single digit menjadi perangsang permintaan kredit di tengah perlambatan ekonomi, karena konsumen dapat menikmati bunga murah dan DP rendah.

"BNI berencana memperpanjang program bunga KPR 7,95% untuk fixed dua tahun," ujar Anggoro.

Anggoro berharap, KPR BNI tumbuh minimal 10% di tahun 2016. Dengan asumsi pertumbuhan minimal 10% maka penyaluran KPR BNI sekitar Rp 38,13 triliun di akhir tahun 2016 dari akhir tahun lalu Rp 34,66 triliun.

Kata Anggoro, pelonggaran LTV KPR akan meningkatkan permintaan untuk rumah pertama karena kebanyakan debitur kelas menengah merasa berat membayar DP tinggi. BNI sendiri membidik KPR bernilai Rp 300 juta–Rp 500 juta.

"Segmen kelas menengah ini banyak yang akan mencairkan kredit," imbuh Anggoro. Berdasarkan data uang beredar Bank Indonesia (BI), kredit pemilikan rumah (KPR) dan kredit pemilikan apartemen (KPA) hanya tumbuh 7,8% atau senilai Rp 350,3 triliun hingga Mei 2016. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie