Bunga turun, kredit bank semakin mengucur



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perbankan merealisasikan penurunan suku bunga, sebagai respon atas kebijakan suku bunga rendah Bank Indonesia. Setelah memangkas bunga deposito, perbankan mulai menggunting bunga kredit.

Sekadar mengingatkan, pada Agustus 2017 bank sentral menurunkan 7-days reverse repo rate (BI 7DRR) menjadi 4,50% dari sebelumnya 4,75%. Sebulan kemudian, BI 7DRR kembali dipangkas jadi 4,25% dan bertahan hingga Desember tahun lalu.

Kini sejumlah bank mulai menyesuaikan suku bunga acuan. Bahkan, suku bunga kredit beberapa bank seperti Bank Rakyat Indonesia (BBRI), Bank Mandiri (BMRI) dan Bank Central Asia (BBCA) mulai turun ke level single digit di awal tahun ini.


Sejumlah analis melihat, langkah tersebut bakal jadi sentimen positif bagi saham perbankan. Analis Paramitra Alfa Sekuritas Kevin Juido Hutabarat menilai, penurunan suku bunga kredit mendorong nasabah mengajukan kredit. "Sehingga meski bunganya turun, bank masih mampu meningkatkan volume kredit," ujar Kevin kepada KONTAN, Minggu (14/1).

Saham perbankan juga masih berpotensi tumbuh di sepanjang tahun ini. Minat investor asing mengoleksi saham perbankan cukup tinggi. Hal ini lantaran net interest margin (NIM) perbankan di Indonesia masih terjaga. Di saat yang sama, kemampuan bank mengelola kredit macet atau non-performing loan (NPL) di bawah 5% turut mendongkrak prospek kinerja bank.

Meski demikian, kalangan bank harus tetap berhati-hati. Rendahnya suku bunga kredit saat ini membuat bank harus selektif memilih calon debitur agar NPL terjaga di level aman. "Jika tidak, porsi kredit macet akan meningkat dan bisa berdampak negatif ke kinerja perbankan," kata Kevin.

Analis Binaartha Parama Sekuritas Reza Priyambada juga mengemukakan, penurunan suku bunga kredit tidak selamanya positif. "Jika aktivitas bisnis masyarakat masih lesu, dampak positif penurunan bunga kredit ini tak akan terasa oleh saham perbankan," ujar dia.

Efek The Fed

Para investor juga perlu mewaspadai sentimen global. Rencana The Federal Reserve (The Fed) menaikkan suku bunga acuan atau Fed fund rate (FFR) sebanyak tiga kali pada tahun ini juga berpotensi menekan saham perbankan.

Sentimen negatif bisa makin kuat bila BI ikut menaikkan bunga acuan. "Hal ini bisa mengganjal pertumbuhan saham bank. Sebab, kenaikan suku bunga BI bisa memicu kenaikan bunga kredit, sehingga permintaan kredit berkurang," terang Reza.

Namun, Kevin masih optimistis sektor perbankan bisa tumbuh tahun ini. Daya beli masyarakat yang membaik bisa mendorong volume kredit perbankan. Price to earning ratio (PER) beberapa bank masih di kisaran 10 kali–15 kali. misal BBRI, Bank Negara Indonesia (BBNI) dan Bank Tabungan Negara (BBTN). Artinya, penguatan harga saham perbankan masih terbuka.

Kevin menjadikan BBNI dan BBTN sebagai saham pilihannya. BBNI menarik karena masih bisa menjaga NPL di level rendah. Sedangkan BBTN lantaran harga sahamnya masih murah. BBTN juga berencana ekspansi ke kredit konstruksi dan infrastruktur.

Sedangkan Reza memprediksi, laju pertumbuhan saham perbankan masih akan sama seperti tahun lalu. Pertumbuhan ini pun akan didominasi oleh saham-saham bank yang berkapitalisasi besar (big cap) dan memiliki bobot besar terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia.

Untuk saham bank dengan kapitalisasi pasar jumbo, Reza memilih BBRI, BBNI dan BBCA. Adapun untuk saham bank lapis kedua (second liner), saham yang masih menarik untuk dilirik antara lain BBTN, Bank Permata (BNLI) dan Bank Danamon Indonesia (BDMN).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini