Bunga Turun, Obligasi Dollar AS Naik Daun



KONTAN.CO.ID - SYDNEY. Penerbitan obligasi dollar Amerika Serikat (AS) di Asia diprediksi akan meningkat sekitar 20% secara tahunan atau year on year (YoY) pada tahun ini. Peningkatan ini didorong transaksi utang China dan pemotongan suku bunga acuan bank sentral AS yang membuat biaya penerbitan obligasi dollar AS lebih murah dibanding utang mata uang lokal.

Mengutip LSEG Data & Analytics dan lembar persyaratan yang dilihat Reuters terlihat pada beberapa hari pertama 2025, telah terbit obligasi dollar AS senilai US$ 6 miliar. Penerbitnya; Bank Ekspor Impor Korea dan produsen aluminium China Hongqiao Group.

Baca Juga: Imbas Kebijakan Proteksionisme Trump, Cadangan Devisa 2025 Diperkirakan Turun


"Kami memprediksi peningkatan sekitar 20% obligasi dollar AS dari Asia tahun 2025, tidak termasuk Jepang atau Australia, berkisar US$ 220 miliar-US$ 225 miliar," kata Rishi Jalan, Kepala Sindikasi Utang Asia Pasifik Citigroup. Tahun 2024, obligasi dollar AS yang terbit sebanyak US$ 175 miliar.

Beberapa faktor, lanjut Rishi, menjadi penopang. Sebut saja sejumlah perusahaan teknologi besar China telah bangkit kembali, serta kebutuhan pendanaan yang besar di India.

Perusahaan teknologi

Suku bunga The Fed yang lebih tinggi dalam dua tahun terakhir telah mendorong korporasi global memilih merilis surat utang dalam mata uang lokal. Namun, semenjak Fed memangkas suku bunga, banyak korporasi di Asia mulai merilis obligasi dollar AS.

Baca Juga: Intip Tingkat Kurs Dollar-Rupiah di Bank Mandiri Hari Ini Rabu, 8 Januari 2025

Rishi memperkirakan, raksasa teknologi China menjadi lokomotif penerbitan utang dollar AS tahun ini. Akhir tahun 2024, e-commerce Alibaba dan Meituan, secara gabungan telah merilis US$ 7,5 miliar obligasi dollar AS.

Menurut data Dealogic, China telah menerbitkan obligasi dollar US$ 77,1 miliar pada 2024, naik 81% dari US$ 42,5 miliar di 2023. Meskipun terjadi peningkatan tajam, volumenya masih jauh dari puncak penerbitan di China tahun 2019 senilai US$ 210,5 miliar.

Avinash Thakur, Kepala Pembiayaan Pasar Modal, Asia Pasifik Barclays mengatakan, akan ada penerbitan obligasi di sektor teknologi, yang kinilebih percaya diri karena banyak perusahaan di China tersebut memiliki peringkat lebih tinggi. Apalagi kuponnya kini lebih rendah ketimbang paruh pertama di 2024.

Meski, sektor properti di China masih belum akan berpartisipasi, lantaran krisis dan tersandera kredit macet. "Sektor ini masih di bawah tekanan, harga properti terus turun dan tingkat utang tinggi," kata Thakur.

Baca Juga: Catat Saldo Minimal Tabungan BRI, Setoran Awal, dan Biaya Admin Setiap Jenis Rekening

Negara potensial lain penerbit obligasi dollar AS adalah Korea Selatan (Korsel). Tahun 2024, penerbitan obligasi di Korsel naik 14,5% pada tahun 2024 menjadi hampir US$ 50 miliar. Meski ketidakstabilan politik di Korsel kini, kata Jini Lee, Mitra di Firma Hukum Ashurst, menjadi tantangan.

Secara umum, Lee optimistis investor yang menginginkan diversifikasi dan mencari investasi di Asia, akan melirik India dan Korsel. Sebab, ada pesimisme terhadap kondisi China, termasuk pasar Asia lainnya. 

Selanjutnya: Ekonomi China Belum Pulih, Indonesia Perlu Diversifikasi Investasi dari Negara Lain

Menarik Dibaca: Prakiraan Cuaca Jakarta Besok (9/1): Dari Berawan Hingga Hujan Petir

Editor: Avanty Nurdiana