KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) segera memperketat penjualan produk saving plan di industri asuransi jiwa. Hal ini untuk mengantisipasi kasus gagal bayar serupa seperti di Jiwasraya. Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) 2A, OJK Ahmad Nasrullah menyebut, pengaturan penjualan produk saving plan sebenarnya sudah cukup. "Sekarang sudah ada aturan produknya. Jadi proses persetujuan (produk saving) yang akan lebih ketat," kata Nasrullah di gedung DPR, Jakarta, Rabu (26/8).
Baca Juga: BUMN hingga swasta, 40 korporasi setujui restrukturisasi polis Jiwasraya Nantinya, OJK akan mengevaluasi pengajuan izin produk saving plan dengan mempertimbangkan tingkat imbal hasil yang dijanjikan serta penempatan portofolio investasi. OJK juga akan menentukan batas imbal hasil investasi. "Kalau mereka menjanjikan imbal hasil yang cukup agresif di luar kemampuan, perusahaan akan mengeluarkan asetnya. Makanya itu akan bermasalah," ungkap Nasrullah. Misalnya saja, dalam tahap tahap
filling product maka setiap perusahaan yang ingin berjualan harus dapat persetujuan dulu. Nasrullah bilang, izin produk tersebut sangat selektif tapi tidak bisa dilarang karena melanggar hak asasi manusia (HAM). Apalagi, produk saving plan sudah lama di Indonesia bahkan negara lain ikut menjual. Kehadiran produk investasi menambah daya tarik masyarakat beli asuransi selain untuk proteksi. "Jangan salah, banyak yang menjual produk serupa saving plan tapi tidak ada masalah. Cuma garansi mereka tidak besar cuma 3%, kalaupun ada hasil lebih, bisa dibagi dua dan saya rasa itu lebih adil," terangnya. "Jadi si perusahaan tidak memaksa harus investasi yang lebih (berisiko), investasi SUN saja kalau dapat 6% saja kan sudah untung," tambahnya. Selain itu, OJK juga akan melakukan evaluasi produk saving plan yang sudah ada. Meski begitu, yang mewajibkan evaluasi dari pihak manajemen perusahaan. Tugas OJK adalah mengawasi. "Katakanlah, perusahaan mampu untuk mengejar imbal hasil yang digaransikan tapi kita anggap dalam jangka panjang itu berbahaya. Maka kita tidak segan-segan untuk menghentikannya," tegasnya.
Menurutnya, jika berdasarkan aturan maka manajemen harus melakukan evaluasi setiap bulan terhadap produk-produk yang mereka jual. Karena itu menyangkut kesehatan keuangan perusahaan. Misalnya, ada produk yang merugi maka manajemen harus menyetop.
Baca Juga: Jiwasraya masih menunggu kepastian pendanaan untuk restrukturisasi polis nasabah "Selama ini yang terjadi adalah mungkin evaluasi dari mereka yang lemah. OJK kan tidak tahu, kalau (perusahaan asuransi) mau beli (instrumen investasi) ini tidak mesti izin OJK. Kita kan tahunya dari laporan keuangan yang disampaikan ke kita saja," pungkasnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi