Buntut perang dagang membuat Huawei berpotensi kehilangan pendapatan US$ 30 miliar



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dampak perang dagang antara China dan Amerika Serikat (AS) diprediksi lebih besar dari yang diperkirakan. Raksasa teknologi China, Huawei Technologies Co Ltd termasuk yang menjadi korban.

Seperti dilaporkan Reuters, CEO Huawei Technologies Co Ltd Ren Zhengfei mengatakan, Huawei berpotensi kehilangan pendapatan hingga US$ 30 miliar dari keputusan Presiden AS Donald Trump melarang produk-produk Huawei masuk ke AS.

Produk huawei masuk daftar hitam barang yang dilarang masuk Amerika. Alasannya, pemerintahaan Trump menduga produk-produk Huawei ditanam alat yang dapat memata-matai komunikasi militer AS. Huawei sendiri sudah berulang kali membantahnya.


Zhengfei menambahkan, pihaknya juga tak menduga pelarangan tersebut berdampak sangat besar terhadap bisnis Huawei. “Kami tak menduga mereka (Amerika) dapat menyerang kami dari berbagai aspek. Kami tidak dapat mendapatkan komponen, tidak dapat berpartisipasi di banyak organisasi internasional, tidak dapat bekerjasama dengan universitas, tidak dapat menggunakan komponen apapun asal Amerika, sehingga tak bisa mendirikan jaringan,” papar Zhengfei.

Imbasnya, Huawei menurunkan target pendapatannya. Perusahaan manuaktur peralatan teknologi terbesar kedua di dunia ini menargetkan pendapatan senilai US$ 100 miliar pada tahun 2019 dan 2020.

Padahal sebelum bersitegang dengan AS, Huawei menargetkan bisa memperoleh pendapatan US$ 125 milair pada 2019 dan senilai US$ 130 miliar pada 2020. Pada tahun lalu, Huawei meraup pendapatan US$ 104 miliar.

Konflik dagang AS dengan China sejatinya bukan cuma akan dirasakan Huawei. Perusahaan asal AS juga akan keteteran. Makanya, beberapa hari lalu, 600 perusahaan AS yang diantaranya Walmart Inc dan Target Corp melayangkan surat mendesak Trump segera menyelesaikan perseteruan dagang dengan China.

Alasannya, korporasi AS yang justru akan menanggung peningkatan tarif ekspor barang-barang China ke AS. Alhasil, perusahaan bahkan konsumen AS yang justru akan menanggungnya.

“Kami masih memikirkan soal eskalasi perang tarif, meski demikian menaikan tarif ekspor bukan alat yang efektif mengubah praktik perdagangan China yang tak adil. Karena pada dasaranya beban tersebut dibayar secara langsung oleh perusahaan asal Amerika, bukan China,” isi surat tersebut.

Chief Executive Walmart Coug McMillon menambahkan, pemerintahan Trump mestinya lebih memikirkan dampaknya terhadap warga AS. Alih-alih mempertimbangkan dampak yang dirasakan China.

Dalam surat 600 perusahaan tersebut juga dinyatakan bahwa peningkatan 25% tarif untuk setiap ekspor China senilai US$ 300 juta berpotensi menghilangkan lebih dari 2 juta pekerjaan di Negeri Paman Sam. Pun kebijakan tersebut juga berpotensi menambah beban tiap keluarga AS sebesar US$ 2.000 dan menggerus rasio produk domestik bruto hingga 1%.

“Perang dagang bukanlah langkah terbaik yang bisa dipertahakan Amerika. Baik China maupun Amerika akan mengalami kerugian,” tulis surat tersebut.

Editor: Khomarul Hidayat