Bupati Biak Numfor dituntut 6 tahun bui



JAKARTA. Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Bupati Biak Numfor nonaktif, Yesaya Sombuk dengan hukiman pidana selama enam tahun penjara dan pidana denda sebesar Rp 250 juta subsidair lima bulan kurungan.

JPU menilai Yesaya terbukti menerima uang sebesar SG$ 100.000 dari Direktur Utama PT Papua Indah Perkasa, Teddi Renyut berkaitan dengan pengajuan proposal usulan pembangunan Tanggul Laut di Biak Numfor, Papua, ke Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT).

"Menuntut supaya Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menyatakan terdakwa Yesaya Sombuk terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan korupsi secara berlanjut," kata Jaksa Haerudin saat membacakan surat tuntutan Yesaya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Senin (29/9).


Hal-hal yang memberatkan pertimbangan Jaksa dalam menuntut Yesaya yakni, perbuatan Yesaya dilakukan saat negara sedang giat-giatnya melakukan pemberantasan korupsi dan Yesaya sebagai Bupati dan kepala daerah berinisiatif meminta uang kepada Teddi Renyut. Sementara hal-hal yang meringankan pertimbangan Jaksa dalam menuntut Yesaya yakni belum pernah dihukum, berterus terang, dan menyesali perbuatannya.

Yesaya dilantik sebagai Bupati Kabupaten Biak Numfor pada bulan April 2014. Pada tanggal 2 April 2014 lalu, ia mengajukan  proposal pembanguanan tanggul laut kepada Menteri Pembanguna Daerah Tertinggal, Helmy Faishal yang diserahkan melalui Turbey Onimus Dangebeun selaku Kepala Bappeda Kabupaten Biak Numfor ke Deputi V Pengembangan Daerah Khusus pada kementerian tersebut.

Teddi Renyut, kemudian menghubungi Turbey untuk memberitahukan bahwa ada Proyek pembangunan pekonstruksi tanggul laut abrasi pantai di biak Numfor dengan nilai Rp 20 miliar dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2014.

Yesaya kemudian menghubungi Kepala Badan penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Biak Numfor, Yunus Saflembolo dan mengatakan bahwa dirinya sedang membutuhkan uang Rp 600 juta dan meminta hal ini disampaikan kepada Teddi. Saat itu, Teddi bersedia membantu Yesaya jika ia diberikan pekerjaan pasti oleh Yesaya.

"Kalau ada proyek ke Biak, kau yang kawal dan kau yang kerjakan," jawab Yesaya kepada Teddi sebagaimana dibacakan oleh Jaksa Haerudin.

Pada 11 Juni 2014, Teddi memenuhi permintaan Yesaya dengan memberikan uang sebesar SG$ 63.000 atau setara Rp 600 juta. Pemberian uang dari Teddi tersebut dilakukan di Hotel Acacia, Jakarta, secara langsung kepada Yesaya dengan ditemani oleh Yunus.

Kendati demikian, Yesaya ternyata belum juga puas. Bahkan ia meminta uang tambahan kepada Teddi. Teddi pun kembali menyanggupi permintaan Yesaya dengan memberikan uang sebesar SG$ 37.000 atau serata dengan Rp 350 juta di hotel yang sama dengan hotel sebelumnya pada tanggal 16 Juni 2014. Tak lama setelah itu, Yesaya diciduk petugas KPK dan diboyong ke Kantor KPK.

"Perbuatan yang telah menerima uang telah bertentangan dengan kewajiban terdakwa sebagai penyelenggara negara," tambah Jaksa Herudin.

Yesaya dinilai terbukti melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 64 ayat 1 KUHPidana sebagaimana dalam dakwaan primair.

Atas tuntutan tersebut, Yesaya berencana mengajukan nota pembelaan (pledoi) secara pribadi. Sementara penasihat hukumnya juga berencana untuk mengajukan pledoi secara terpisah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto