Burden sharing BI-Kemenkeu jadi sentimen positif lelang SBSN 7 Juli 2020



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Konsep burden sharing yang disepakati Bank Indonesia (BI) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) jadi sentimen positif, sekaligus penopang maraknya hasil penawaran lelang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) pada Selasa (7/7). Bahkan, pemerintah ikut menyerap lelang SBSN di atas target indikatifnya.

Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengumumkan hasil lelang SBSN hari ini, berhasil diserap oleh pemerintah sebanyak Rp 9,5 triliun atau di atas target indikatif yakni Rp 7 triliun. Adapun total penawaran yang masuk dalam lelang SBSN kali ini mencapai Rp 41,61 triliun.

Ekonom Pefindo Fikri C Permana menilai, tingginya serapan pemerintah tersebut didorong kebutuhan pendanaan SBN yang meningkat. Hal tersebut juga dikarenakan penawaran non-competitive bidder yang lebih banyak, sehingga dia menilai tingginya serapan pemerintah sebagai hal yang lumrah.


Baca Juga: Pasang target Rp 7 triliun, pemerintah serap lelang SBSN di atas target indikatif

Selain itu, jumlah penawaran yang semakin marak didorong oleh investor domestik yang kian gencar memburu Surat Berharga Negara (SBN) baik itu Surat Utang Negara (SUN) maupun SBSN.

Kondisi tersebut terjadi seiring dengan konsep burden sharing yang ditandatangani BI dan Kemenkeu, khususnya dalam mendorong kemungkinan semakin kompetitifnya yield atau imbal hasil.

"Trennya masih akan berlanjut, tapi mungkin penopangnya masih akan berasal dari investor domestik. Mengingat, investor asing masih wait and see, apalagi pekan lalu masih terjadi aksi net sell lebih dari Rp 6 triliun (dari asing)," jelas Fikri kepada Kontan, Selasa (7/7).

Di sisi lain, Fikri menilai tingginya penawaran masuk untuk seri tenor pendek dipengaruhi perilaku risk averse. Di samping itu, investor juga masih menunjukkan perilaku wait and see terhadap perbaikan atau recovery sektor keuangan secara keseluruhan.

Asal tahu saja, dalam lelang kali ini seri PBS002 yang akan jatuh tempo pada 15 Januari 2022 menjadi seri yang paling banyak diburu investor dengan jumlah penawaran Rp 19,75 triliun.

Sedangkan dana yang diserap pemerintah dari seri ini, mencapai Rp 4,26 triliun sekaligus serapan terbesar. Yield rata-rata tertimbang yang seri ini menangkan sebesar 5,26%.

Baca Juga: Teknis penerbitan SBN untuk kebutuhan public goods masih dalam proses finalisasi

Ke depan, Fikri menilai tren yield SBN masih akan berada pada tren rendah dan berlaku bagi semua tenor. Hal tersebut didukung dengan penerapan burden sharing, tingkat inflasi yang berada dalam rentang batas bawah BI atau mungkin lebih rendah, serta kebijakan moneter BI yang longgar juga dari bank sentral global

"Kemungkinan yield untuk semua tenor makin rendah di masa depan, dengan memperhatikan reaksi investor khususnya asing (terhadap kondisi ekonomi Indonesia)," tandasnya.

Prediksinya, untuk yield SUN tenor 5 tahun akan berada di kisaran 6% hingga akhir tahun. Sedangkan untuk yield SUN dengan tenor 10 tahun diprediksi berada di kisaran 6,9% dengan harapan ke depan bisa lebih rendah lagi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto