Burhanuddin Abdullah tentang pembentukan OJK



JAKARTA. Mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) Burhanuddin Abdullah menolak rencana pembentukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Ia menyarankan agar pengawasan perbankan di BI diperbaiki daripada harus membentuk lembaga pengawas baru.Ini lantaran, OJK tidak menjamin bisa menyelesaikan permasalahan bila terjadi krisis keuangan. Namun, bila sistem pengawasan di BI diperbaiki, paling tidak bisa meminimalisir terjadinya kasus perbankan, seperti yang terjadi pada Bank Century tahun 2008.Burhanuddin mengakui OJK merupakan amanat Undang-Undang (UU) No 32 tahun 2004 tentang BI. Namun, menurutnya amanat tersebut tidak dinilai sudah tidak sesuai dengan kondisi sekarang. "Amanat ini sudah usang," kata Burhanuddin, disela-sela rapat dengar pendapat dengan Panitia Khusus (Pansus) OJK, Selasa (28/9).Ia menjelaskan, rencana pembentukan OJK sudah dimulai sejak 1998. Ini saat pembuatan UU No 23 1999 tentang BI.Saat itu, ada kekhawatiran terjadinya gejolak ekonomi dan sistem keuangan dunia. Bersamaan dengan itu, International Monetery Fund (IMF) menyarankan agar pemisahan perbankan harus pisah dari bank sentral. Saran itu mengadopsi keberhasilan di Jerman yang menerapkan sistem serupa. "Saran ini juga diaplisikan di negara-negara Eropa dan negara maju lainnya," terang Burhanuddin.Hanya saja, sekarang sistem tersebut malah gagal. Contohnya, Jerman dan Inggris kembali menggabungkan pengawasan bank di bank sentral. "IMF sendiri juga sudah tidak menyarankan adanya pemisahan," lanjut Burhanuddin.Apalagi, Indonesia sebenarnya negara yang tidak pandai membuat lembaga. Contohnya pembuatan Bank Ekspor yang harus dilikuidasi. Ia khawatir, pembentukan OJK malah menimbulkan masalah baru. "Dari segi biaya, pasti akan menambah beban APBN," kata Burhanuddin.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Uji Agung Santosa