Bursa Asia Memerah, Investor Keluar dari Saham Kecerdasan Buatan (AI)



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bursa Asia melemah pada perdagangan Kamis (25/7) pagi. Pukul 08.20 WIB, indeks Nikkei 225 turun 1.022,60 poin atau 2,62% ke 38.127,30, Hang Seng turun 50,22 poin ata 0,29% ke 17.260,83, Kospi turun 48,47 poin atau 1,76% ke 2.710,14, ASX 200 turun 74,02 poin atau 0,94% ke 7.888,90, Straits Times turun 14,44 poin atau 0,42% ke 3.446,45 dan FTSE Malaysia turun 9,29 poin ata 0,57% ke 1.611,96.

Mengutip Bloomberg, bursa Asia turun karena investor mulai menarik diri dari saham kecerdasan buatan yang telah mendorong bullish di pasar tahun ini.

Saham di Jepang dan Korea Selatan turun lebih dari 2%, dengan saham pembuat chip SK Hynix jatuh di tengah laporan kinerja yang solid.


Di Wall Street, indeks S&P 500 turun 2,3%, terburuk sejak Desember 2022.

"Investor pada akhirnya menyadari bahwa semua pengeluaran AI lebih merupakan belanja saat ini, daripada penghasil pendapatan," kata Peter Boockvar di Boock Report seperti dikutip Bloomberg.

Baca Juga: Bursa Asia Melemah Pada Rabu (24/7), Terseret Koreksi Wall Street

Setelah mendorong reli saham selama sebagian besar tahun 2024, perusahaan teknologi besar terbentur tembok. Para pedagang beralih dari perusahaan berkapitalisasi besar ke pasar yang tertinggal, didorong oleh ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed dan kekhawatiran bahwa AI masih perlu menghasilkan keuntungan.

"Masalah teknologi bukan hanya pendapatan yang kurang sempurna, tetapi sektor tersebut masih terjebak pada perdagangan rotasi yang keras," kata Adam Crisafulli, dari ital Knowledge.

"Banyak yang berasumsi rotasi anti saham teknologi akan bersifat sementara, dan fakta bahwa rotasi tersebut terbukti bertahan lama semakin meambah kecemasan di sektor ini dan memicu tekanan jual tambahan."

Di Asia, Bank Sentral Jepang kemungkinan akan mempertahankan suku bunga acuan dalam jangka waktu lebih lama untuk mendorong pasar saham negara itu,menurut BlackRock Inc.

Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Korea Selatan mengalami pelemahan di kuartal terakhir. Hal ini menambah tantangan bagi pembuat kebijakan untuk merangsang investasi dan konsumsi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi