Bursa Asia: Nikkei naik 2% dan manufaktur China terkontraksi 2 bulan beruntun



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bursa saham Asia-Pasifik naik pada perdagangan Senin (1/11) pagi. Sementara data yang dirilis selama akhir pekan kemarin menunjukkan aktivitas manufaktur China pada Oktober mengalami kontraksi dua bulan berturut-turut.

Melansir CNBC, bursa saham Jepang memimpin kenaikan secara regional karena Nikkei 225 melonjak 2,01% pada awal perdagangan dan indeks Topix naik 1,57%.

Indeks Kospi Korea Selatan naik 0,39% da S&P/ASX 200 di Australia naik 0,33%. Indeks MSCI Asia Pasifik di luar Jepang diperdagangkan datar.


Baca Juga: Simak proyeksi pergerakan IHSG pada pekan ini

Ekonomi China

Indeks Manajer Pembelian (PMI) manufaktur China untuk Oktober berada di 49,2 selama akhir pekan, di bawah level 50 yang memisahkan ekspansi dari kontraksi.

Ini mewakili bulan kedua berturut-turut dari aktivitas manufaktur yang menyusut di negara itu, setelah rilis PMI manufaktur resmi September di 49,6.

Angka PMI di bawah 50 menunjukkan kontraksi sedangkan yang di atas level tersebut menandakan ekspansi. Rilis PMI berurutan dan mewakili ekspansi atau kontraksi dari bulan ke bulan.

Sebuah survei pribadi tentang aktivitas manufaktur China pada bulan Oktober akan dirilis pada hari Senin, dengan PMI manufaktur Caixin/Markit dijadwalkan pada pukul 09:45 HK/SIN.

Baca Juga: IHSG diproyeksikan melemah pada Senin (1/11), ini rekomendasi saham Panin Sekuritas

Mata uang dan minyak

Indeks dolar AS, yang melacak greenback terhadap sekeranjang rekan-rekannya, naik di 94,185 setelah melompat baru-baru ini dari bawah 93,6.

Yen Jepang diperdagangkan pada 114,17 per dolar, lebih lemah dari level di bawah 113,4 yang terlihat terhadap greenback minggu lalu. Dolar Australia berpindah tangan pada US$0,7521, menyusul penurunan dari atas $0,753 akhir pekan lalu.

Harga minyak tergelincir di pagi hari jam perdagangan Asia, dengan minyak mentah Brent turun 0,43% menjadi US$83,36 per barel. Minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) turun 0,6% menjadi US$83,07 per barel.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto