KONTAN.CO.ID - TOKYO. Bursa Asia merosot pada perdagangan hari ini karena kekhawatiran tentang sektor properti China dan kekhawatiran inflasi yang mengimbangi data Amerika Serikat yang optimistis dan berita positif tentang obat baru untuk memerangi virus corona. Pada awal perdagangan hari ini, otoritas bursa Hong Kong telah menghentikan perdagangan saham China Evergrande, yang sarat utang setelah melewatkan pembayaran bunga utama pada utang luar negeri untuk kedua kalinya di pekan lalu. "Masalah terbesar bukanlah
default oleh Evergrande tetapi lingkungan yang menyebabkan kejatuhannya. Pihak berwenang mengatur pinjaman perumahan dan pinjaman kepada perusahaan properti. Pasar sudah mencari Evergrande berikutnya," kata Kazutaka Kubo, ekonom senior di Okasan Securities.
"Ada peningkatan risiko kesengsaraan Evergrande akan menyebar ke seluruh sektor properti di China," lanjut dia. Indeks MSCI dari bursa saham Asia Pasifik, di luar Jepang, turun 0,3%. Indeks menandai penurunan kuartalan pertama dalam enam kuartal.
Baca Juga: Pagi ini, Bursa Asia naik setelah Merck umumkan pengobatan baru Covid-19 Hong Kong memimpin penurunan dengan penurunan 1,9% dalam indeks Hang Seng. Sementara indeks Nikkei Jepang menghapus kenaikan pada sesi sebelumnya, setelah anjlok 1,4% ke posisi terendah satu bulan di 28.375. Pasar saham di daratan China akan ditutup hingga Kamis (7/10) untuk liburan Hari Nasional. Sementara pasar saham Korea Selatan juga tutup pada hari ini. Indeks MSCI dari saham dunia, ACWI, turun 0,1% menjadi 711,92, tidak jauh dari level terendah tiga bulan pada hari Jumat di 705,27. Sentimen investor sebenarnya meningkat pada hari Jumat (1/10), setelah Merck & Co mengatakan, pengobatan antivirus oral eksperimental dapat mengurangi separuh kemungkinan kematian atau dirawat di rumah sakit bagi mereka yang paling berisiko tertular Covid-19 yang parah. Sejumlah data ekonomi AS yang dirilis pada akhir pekan lalu juga menunjukkan peningkatan belanja konsumen dan percepatan aktivitas pabrik tetapi juga inflasi yang tinggi. Data yang diterbitkan pada hari Jumat menunjukkan, inflasi zona euro mencapai lebel tertinggi dalam 13 tahun di bulan lalu dan tampaknya masih akan melonjak lebih tinggi. Investor khawatir, inflasi global dapat bertahan lebih lama dari yang diperkirakan, mengingat kenaikan harga komoditas yang berkelanjutan dan gangguan pasokan yang sedang berlangsung di banyak bagian dunia, meskipun Ketua Fed Jerome Powell bersikeras bahwa inflasi yang tinggi bersifat sementara. Indeks harga PCE inti AS, ukuran inflasi pilihan Federal Reserve untuk target fleksibel 2%, meningkat 3,6% pada Agustus dari tahun sebelumnya. Ini kenaikan terbesar dalam tiga dekade dan menyamai kenaikan Juli.
Baca Juga: Hong Kong hentikan perdagangan saham China Evergrande "Meskipun Powell telah berpegang pada skripnya bahwa inflasi tinggi hanya bersifat sementara, dia juga baru-baru ini mulai melakukan lindung nilai atas komentarnya juga, membuat investor curiga dia juga khawatir tentang inflasi," kata Norihiro Fujito,
Chief Investment Strategist Mitsubishi UFJ Morgan Stanley Sekuritas. Ekspektasi bahwa peningkatan inflasi dapat mendorong Federal Reserve untuk memajukan jadwal pengetatan kebijakan moneter telah mendorong imbal hasil obligasi AS pekan lalu. Tetapi imbal hasil telah menarik diri dari puncak multi-bulan di minggu lalu karena pembelian akhir bulan menopang harga obligasi. Kini, imbal hasil US Treasury untuk tenor acuan 10-tahun berdiri di 1,460%, turun dari posisi tertinggi tiga bulan yang dicetak Selasa (28/9) di 1,567%.
Imbal hasil obligasi AS yang lebih rendah juga membebani dolar di pasar mata uang. Euro memantul kembali ke US$ 1,1608, dari level terendah 14-bulan hari Kamis di US$ 1,1563. Dolar AS juga merosot ke 111,00 yen, tetap di bawah level tertinggi dalam 1,5 tahun pada Kamis di 112,08 yen. Harga minyak juga tetap tinggi, dengan Brent berjangka tinggal sedikit dari puncak tiga tahun yang dicapai akhir bulan lalu, di tengah ekspektasi negara-negara penghasil minyak akan meningkatkan pasokan secara stabil ketika mereka bertemu pada hari Senin. Brent berjangka diperdagangkan pada US$ 78,99 per barel, turun 0,3% di awal perdagangan.
Editor: Anna Suci Perwitasari