Bursa Asia waspada data-data dari China



SINGAPURA. Pasar saham Asia hari ini ( 10/6) mewaspadai data-data yang akan dirilis oleh China. Saat ini muncul kembali kekhawatiran akan kondisi pertumbuhan ekonomi global. Namun begitu, bursa diyakini masih terpengaruh oleh kekhawatiran adanya stimulus besar-besaran yang akan dilakukan AS dalam waktu dekat.

Dolar AS naik pada hari Jumat setelah data keluarnya dalam pekerjaan di AS.  Sementara itu, bursa Amerika Serikat reli karena investor memandang bank sentral AS perlu melihat bukti kuat sebelum memutuskan untuk mengurangi program pembelian obligasi.

Sementara itu, saham di Selandia Baru dibuka sedikit menguat, sementara pasar Australia tutup karena hari libur. Indeks MSCI di luar Jepang pada akhir Jumat lalu telah turun 1,07%. Sementara itu, dolar AS melonjak di perdagangan Asia awal dan memukul yen menjadi 98,36, ini merupakan kondisi terbaik dari dua bulan yakni 95 ¥.


Reli terhadap dolar terjadi karena naiknya permintaan dolar sebagai safe haven, setelah data akhir pekan di China menunjukkan kelemahan tak terduga.

"China sebagai lokomotif ekonomi kini hampir tergelincir, China kehabisan faktor pertumbuhan ekonomi, setidaknya untuk saat ini," tulis ANZ Bank yang juga telah  merevisi ekspektasi pertumbuhan PDB China menjadi 7,6% dari sebelumnya sebesar 7,8%.

Data tersebut menggarisbawahi, adanya kenaikan risiko ekonomi China akan lebih terasa pada kuartal kedua. Kondisi ini juga berhadapan dengan prospek pertumbuhan global, karena investor resah atas pemulihan ekonomi yang tidak merata terjadi di AS dan juga kemerosotan ekonomi yang dalam di Eropa.

Pada hari Jumat lalu, Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan adanya kenaikan lowongan pekerjaan sebanyak 175.000 di bulan Mei, sedikit di atas perkiraan ekonom. Tapi tingkat pengangguran naik menjadi 7,6% dari 7,5 persen di bulan April.

Sementara itu, mata uang dolar Australia merupakan yang paling terpukul dengan dollar AS, atau turun satu persen menjadi US$ 0,9413, dan ini merupakan level terendah sejak 20 bulan. Dolar Aussie ini telah kehilangan 12% hanya dalam waktu dua bulan terakhir.

Sementara itu dolar Kiwi turun 0,6% menjadi US$$ 0,7836, mendekati posisi terendah dalam 11 bulan. Australia dan Selandia Baru sangat sensitif terhadap kinerja perekonomian China, sebab negara Negeri Panda itu merupakan negara tujuan ekspor utama mereka.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Asnil Amri