Bursa dan Won Anjlok, Gaji Warga Korsel Dipangkas



SEOUL. Mimpi Park Ji Eun untuk membeli rumah pertamanya hancur berantakan seiring kolapsnya indeks acuan dan mata uang di Korea Selatan (Korsel). Memang, sepanjang tahun ini, nilai won merosot 26%, sementara indeks Kospi sudah anjlok 40%. Hal ini membuat perekonomian Negeri Ginseng ini mengalami perlambatan terparah sejak krisis 1997 silam.

“Saya tidak pernah melihat kondisi perekonomian yang lebih buruk dari ini. Saya sudah bekerja di kantor saya sekarang selama delapan tahun. Namun, ini kali pertama gaji saya dipotong perusahaan,” cerita Park, 32 tahun, yang bekerja sebagai scriptwriter lepas.

Tidak hanya dari kelompok penulis saja, krisis ekonomi yang melanda Korsel juga sangat dirasakan oleh para pengembang dan CEO sekalipun. Bahkan, CEO dari 18 bank di Korea juga mengambil langkah inisiatif untuk menurunkan gajinya.


Pada tanggal 22 Oktober lalu, para CEO perbankan Korea menyatakan penyesalan mereka dan merasa bertanggungjawab atas terjadinya situasi seperti sekarang ini. Untuk itu, mereka ingin ikut merasakan kesulitan warga Korsel. Salah satunya dengan memangkas gaji para CEO dan manajemen eksekutifnya.

Shinhan Financial Group Ltd yang merupakan bank ketiga terbesar Korsel, misalnya, memutuskan untuk memangkas gaji para chief executive-nya sebesar 20%. Woori Finance Holdings Ci yang 73% sahamnya dimiliki pemerintah akan menurunkan salary jajaran manajemennya sebesar 10%. Langkah serupa juga dilakukan oleh Industrial Bank of Korea yang berencana memangkas 15% gaji eksekutifnya.

Serupa tapi tak sama dengan krisis 1997

Krisis perekonomian yang dialami Korsel saat ini mengingatkan kita pada kejadian serupa pada tahun 1997. Pada waktu itu, Pemerintah Korsel terpaksa meminjam dana sebesar US$ 57 miliar kepada International Monetary Fund. Hanya saja, banyak warga Korsel yang beranggapan, krisis kali ini lebih parah dibanding 1997 silam.

Sebagai gambaran saja, indeks saham acuan Korsel pada tahun 1997 anjlok 42%. Sedangkan nilai mata uang won melemah dan berada pada posisi 1.695 terhadap dolar dari posisi semula 844,90. Nah tahun ini, indeks Kospi kembali terjun bebas sebesar 51% dan won menjadi salah satu mata uang dengan performa terburuk di Asia.

Upaya bank sentral untuk mengerem laju perlambatan perekonomian dengan memangkas tingkat suku bunga sebesar 75 basis poin pada 27 Oktober lalu sepertinya tidak banyak membuahkan hasil.

Tae Hur, 55 tahun, seorang ibu rumah tangga mengatakan, saat ini ia tidak pernah lagi makan malam di luar dan berbelanja. Pasalnya, seluruh simpanannya ludes tak tersisa akibat anjloknya indeks Kospi. Tahun lalu, Hur memutuskan untuk menanamkan investasinya di pasar modal seiring dengan kenaikan Kospi yang mencapai 33%. Ironisnya, saat ini ia melihat investasinya hilang dalam sekejap.

“Banyak orang yang akhirnya memutuskan untuk masuk ke pasar saham tahun lalu karena sedang menunjukkan tren yang sangat baik. Indeks Kospi sempat menembus level 2.000 dan saham-saham China mengalami peningkatan lebih dari 100%. Kebanyakan dari mereka tidak pernah mengalami kondisi pasar seperti saat ini,” jelas fund analyst Meritz Securities Co di Seoul.

Nah, hari ini, Pemerintah Korsel kembali mengeluarkan kebijakan baru. Yaitu dengan mengumumkan penggelontoran dana sebesar 14 triliun won atau US$ 10,9 miliar yang ditargetkan untuk usaha kecil, warga dengan pendapatan rendah dan pasar properti.

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie