Bursa Efek Indonesia (BEI) Banjir IPO, Cermati Sentimen dan Prospeknya pada 2023



KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Indonesia menjadi peringkat kelima initial public offer (IPO) dari sisi jumlah modal setelah Shenzhen, Shanghai, Abu Dhabi, dan Amerika Serikat (AS). Posisi Indonesia kalahkan Hong Kong, Tokyo, dan Beijing.

Melansir data di laman EY, jumlah modal IPO di Indonesia sebesar US$ 800 juta atau 4% dari cakupan modal IPO di seluruh dunia.

Sementara, melansir data di laman PwC, kehadiran Indonesia yang unik dalam Top 10 global IPO proceeds ditunjang oleh kehadiran emiten-emiten nikel menyusul peningkatan permintaan bahan baku baterai untuk kendaraan listrik.


Kepala Riset Surya Fajar Sekuritas, Raphon Prima mengatakan, IPO di Indonesia atraktif karena dalam berpuluh-puluh tahun sebelumnya industri pasar modal kita belum berkembang. Hal itu, kata Raphon, terlihat dari jumlah emiten di bursa efek Indonesia (BEI) yang masih di bawah 1000 emiten. 

Baca Juga: IPO di Indonesia Paling Ramai di ASEAN, Tapi Kapitalisasi Pasar Kalah

Sedangkan, negara-negara lain, seperti Hong Kong, India, dan Jepang sudah lebih dahulu berkembang dari puluhan tahun lalu, sehingga jumlah emitennya saat ini sudah ribuan. 

“Saat ini, memang tren IPO sedang dan akan terus booming, karena jumlah emiten masih sedikit. Masih puluhan ribu perusahaan di Indonesia yang belum IPO,” ujarnya kepada Kontan, Selasa (30/5).

Raphon mengatakan, mayoritas saham-saham IPO saat ini tidak memiliki korelasi yang signifikan kepada kinerja IHSG pada tahun 2023, karena mayoritas berasal dari perusahaan menengah ke bawah. 

“Hanya beberapa saja emiten yang IPO dengan ukuran triliunan, seperti GOTO kemarin yang berpengaruh bagi IHSG,” tuturnya.

Sejumlah emiten yang IPO di BEI tercatat berasal dari produsen metal dan perusahaan tambang. Menurut Raphon, hal tersebut disebabkan oleh commodities boom yang terjadi pada tahun 2021 dan 2022.

Baca Juga: Potensi Besar, VKTR Teknologi Mobilitas (VKTR) Fokus Kembangkan Bus dan Truk Listrik

“Namun, hanya perusahaan tambang subsegmen metal saja yang kini tertarik untuk IPO. Sebab, ada potensi ekosistem kendaraan listrik yang menarik secara jangka panjang,” tuturnya.

Di tahun 2023, Raphon melihat, perusahaan sektor mana pun masih akan melakukan wait and see untuk kembali aktif melakukan IPO. Sebab, perusahaan-perusahaan itu kemungkinan masih menunggu hasil kinerja bisnis dan pasar di semester I 2023.

“Hal ini juga ditujukan agar mereka bisa meyakinkan calon-calon investor bahwa perusahaan mereka memiliki prospek yang bagus,” tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli