Bursa global memanas akibat kekhawatiran tapering, apa yang harus dilakukan investor?



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perdagangan saham di Amerika, Asia, hingga Indonesia selama sepekan lalu serentak mengalami pelemahan. Tengok saja, Dow Jones Industrial Average dan IHSG yang terkoreksi masing-masing 1,12% dan 1,77%. 

Lalu ada London FTSE 100 Index dan Singapore Straits Times Index yang juga terkoreksi masing-masing 1.8% dan 1.98%. Sementara Shanghai Stock Exchange Composite Index, Tokyo NIKKEI 225, Hong Kong Hang Seng Index juga terkoreksi secara berurutan -2,53%, -3,45%, dan -5.84%.

Infovesta Utama dalam riset mingguannya yang dirilis Senin (23/8) menjelaskan, pelemahan yang terjadi di bursa saham global akibat adanya kekhawatiran isu tapering off The Fed yang kemungkinan mulai dilaksanakan pada akhir tahun 2021. 


Di Amerika Serikat, tingkat unemployment rate di bulan Juli turun ke level 5,4% dari bulan sebelumnya di level 5,9%. Data Non-Farm Payrolls yang juga umumnya dijadikan indikasi pemulihan ekonomi Amerika Serikat terlihat menunjukkan peningkatan menjadi sebesar 943 ribu di Juli 2021 dari level 938 ribu di bulan Juni 2021. Berikutnya, tingkat inflasi secara year on year di bulan Juli terjaga di level 5,4% dan berada di atas ekspektasi. 

“Hal inilah yang menjadi pertimbangan The Fed untuk mulai mengurangi pembelian obligasi,” tulis Infovesta Utama dalam risetnya.

Baca Juga: IHSG dibuka menguat pada awal perdagangan Senin (23/8), asing catat net buy

Namun demikian, Gubernur Bank Indonesia (BI) meyakini bahwa dampak pengetatan kebijakan moneter tersebut tidak akan sebesar yang terjadi pada tahun 2013 karena sudah melakukan langkah antisipatif sejak Februari 2021. 

Selain itu, BI juga sudah memperkuat cadangan devisa agar pergerakan nilai tukar rupiah tidak melemah terlalu dalam apabila investor asing mulai menarik dana nya dari Indonesia.

Oleh karena itu, Infovesta Utama menekankan investor agar tidak perlu terlalu khawatir dengan isu tapering off. Bahkan, investor dapat mengambil langkah preventif dengan memilih instrumen investasi yang berisiko rendah hingga moderat untuk investor dengan jangka waktu investasi pendek dan menengah. 

Sementara untuk investor yang memiliki jangka waktu menengah hingga panjang dapat melirik reksadana saham yang portfolionya memiliki komposisi saham blue chip atau dengan kapitalisasi besar karena beberapa saham tersebut sudah mengalami tekanan sehingga valuasinya menjadi lebih murah dan menarik untuk dilirik saat kondisi pasar sedang bergejolak. 

“Selain itu, investor juga dapat memperhatikan komposisi saham dengan fundamental baik serta sektor yang memiliki potensi pulih setelah pandemi berakhir seperti sektor properti dan perbankan,” imbuh Infovesta Utama.

Selanjutnya: Ada aturan baru bagi sektor perbankan, begini rekomendasi saham bank dari analis

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi