KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesia akhirnya resmi memiliki bursa karbon. Pada Selasa (26/9), Presiden Joko Widodo meresmikan Bursa Karbon Indonesia alias IDXCarbon di Bursa Efek Indonesia. Peluncuran bursa karbon ini menjadi tonggak sejarah baru bagi perdagangan karbon di Indonesia. Maklum, Indonesia memiliki potensi karbon cukup besar. Jokowi menyampaikan, Indonesia menyimpan potensi satu giga ton unit karbon yang bisa ditangkap. Secara ekonomi peluang cuan yang dihasilan mencapai Rp 3.000 triliun.
Jokowi mengkalim, Indonesia menjadi satu-satunya negara yang sekitar 60% pemenuhan emisi karbon dalam negeri berasal dari sektor alam.
Baca Juga: Bursa Karbon Punya Potensi Rp 3.000 Triliun, Jokowi Pesan Tiga Hal Ini “Potensi bursa karbon kita bisa mencapai Rp 3.000 triliun bahkan bisa lebih,” kata Jokowi di Main Hall Bursa Efek Indonesia, Selasa (26/9). Jokowi mengatakan kehadiran bursa karbon ini memiliki potensi ekonomi yang baru sekaligus ramah lingkungan. Ini juga sejalan dengan upaya global dalam menekan emisi global. "Bursa karbon yang kita luncurkan hari ini bisa menjadi sebuah langkah konkret, bisa menjadi sebuah langkah besar untuk Indonesia mencapai target Nationally Determined Contribution (NDC))," tuturnya. Oleh karenanya Jokowi meminta jajaran terkait untuk melakukan sejumlah langkah konkret lainnya, di antaranya menjadikan standar karbon internasional sebagai rujukan dan memanfaatkan teknologi untuk transaksi sehingga efektif dan efisien. Selain itu, langkah lainnya adalah menetapkan target dan lini masa, baik untuk pasar dalam negeri maupun pasar internasional. Diperlukan juga mengatur dan memfasilitasi pasar karbon sukarela sesuai praktik di komunitas internasional dan memastikan standar internasional tidak mengganggu target NDC Indonesia. "Saya sangat optimistis, Indonesia bisa menjadi poros karbon dunia asalkan langkah-langkah konkret tersebut digarap secara konsisten dan bersama-sama oleh seluruh pemangku kepentingan, baik oleh pemerintah, oleh swasta, masyarakat, dan bersama-sama dengan stakeholder lainnya," ucapnya. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyampaikan, penyelenggaraan bursa karbon akan di awasi langsung oleh OJK dengan teknologi block chain dan menggunakan unit karbon berkualitas. Dalam pelaksanaannya, bursa karbon akan dijalankan bertahap dimulai dari pasar dalam negeri dan akan dikembangkan ke perdagangan pasar karbon luar negeri serta sebagai karbon market regional hub. "Kita harus menjadi market regional hub agar tersedia unit karbon sesuai standar internasional, dan kita bekerja dengan standar internasional. Dan perlu percepatan pengaturan mutual recognition agar proses registrasi berjalan cepat," kata Luhut. Sepeti yang diketahui, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah memberikan izin kepada PT Bursa Efek Indonesia (BEI) sebagai penyelenggara bursa karbon. BEI sudah menyediakan empat ruang atau mekanisme perdagangan bursa karbon. Yaitu, pasar reguler, pasar negosiasi, pasar lelang dan marketplace (non reguler). Untuk skema auction atau lelang, nantinya harga unit karbon akan ditetapkan oleh regulator. Kemudian pembeli akan melakukan lelang. Kemudian untuk pasar reguler, hampir sama dengan perdagangan bursa saham. Penjual dan menentukan harga sehingga terjadi continous auction. Di pasar negosiasi alias negotiated trading, transaksi terjadi di luar bursa, misalnya transaksi bilateral. Namun settlement atau penyelesaian dan laporan transaksi akan dicatat oleh bursa karbon. Terakhir, BEI menyediakan marketplace. Mekanisme keempat ini memberikan kesempatan untuk pembelian unit transaksi per proyek atau one on one.
Sambutan Positif dari Pasar
Sedikit berbeda dengan perdagangan saham di bursa, jam perdagangan bursa karbon berlangsung muai pukul 09.00 WIB sampai 15.00 WIB tanpa jeda istirahat. Ignatius Denny Wicaksono, Kepala Divisi Pengembangan Bisnis 2 Bursa Efek Indonesia menjelaskan pada perdagangan normal, nama pembeli akan disamarkan, tapi nama penjual akan terpampang. Khusus untuk perdagangan perdana, nama para pembeli akan diumumkan. Ignatius bilang setidaknya sudah ada 10 perusahaan yang mendaftar di perdagangan perdana bursa karbon.
Baca Juga: Potensi Hingga Rp 3.000 Triliun, Jokowi Optimistis RI Bisa Jadi Poros Karbon Dunia "Sudah ada 10 perusahaan yang mendaftar (sebagai pembeli) di perdagangan perdana, dari sektor keuangan maupun sektor riil," jelas dia baru-baru ini. Dalam perdagangan perdana Selasa (26/9), hanya ada satu produk yang diperdagangkan yakni dari Pertamina New and Renewable Energy (PNRE). PT Pertamina Power Energi alias Pertamina NRE menyediakan Unit Karbon dari Proyek Lahendong Unit 5 dan Unit 6 milik PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO). Sampai dengan pukul 11:00 WIB, IDXCarbon mencatatkan perdagangan karbon sebanyak 459.495 ton Unit Karbon. Kemudian telah terjadi transaksi sebanyak 24 kali. BEI melaporkan pembeli pada perdagangan perdana ini datang dari berbagai sektor, mulai dari perbankan, keuangan hingga energi. Dari sektor perbankan ada PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA), PT Bank DBS Indonesia dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI). Masih dari segmen keuangan yang merupakan anggota bursa ada PT BNI Sekuritas, PT BRI Danareksa Sekuritas (bagian dari PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk). Kemudian dari sektor lainnya ada, PT CarbonX Bumi Harmoni, PT MMS Group Indonesia dan PT Multi Optimal Riset dan Edukasi dan PT Pamapersada Nusantara. Entitas usaha Pertamina pun juga ikut terlibat dalam perdagangan perdana kali ini, yaitu PT Pelita Air Service, PT Pertamina Hulu Energi dan PT Pertamina Patra Niaga. Direktur Utama Bursa Efek Indonesia Iman Rachman mengatakan IDXCarbon adalah sebuah milestone penting bagi komitmen dekarbonisasi Indonesia menuju Net Zero Emission di 2060 atau lebih cepat.
Baca Juga: Presiden Jokowi Meresmikan Bursa Karbon Indonesia "IDXCarbon akan memberikan transparansi, keandalan, dan bagi perdagangan karbon di Indonesia sehingga tercipta perdagangan yang teratur, wajar, dan efisien," katanya, Selasa (26/9). BEI selaku penyelenggara bursa karbon Indonesia telah menetapkan biaya transaksi unit karbon. Merujuk Surat Edaran Bursa Efek Indonesia Nomor SE-00013/BEI/09-2023, biaya pendaftaran unit karbon ditetapkan Rp 0 per unit karbon alias tidak dipungut biaya. Kemudian untuk biaya transaksi unit karbon baik jual maupun beli memiliki besaran yang berbeda, tergantung jenis pasar yang digunakan. Untuk pasar reguler dan negosiasi, biaya transaksi jual dan beli sebesar 0,11%. Sementara untuk pasar lelang dan non-reguler atau marketplace sebesar 0,22%. Nah, guna menarik minat investor, BEI akan memebrikan potongan biaya transaksi hingga tanggal 31 Oktober 2023. "Kami potong setengah harga. Untuk Pasar negosiasi dan reguler 0,05% sedangkan marketplace maupun lelang 0,11%," jelas Ignatius dalam sosialisasi virtual akhir pekan lalu. Selain biaya transaksi, Bursa Efek Indonesia juga memungut Rp 25.000 dalam penarikan dana dari rekening pengguna jasa bursa karbon. Adapun untuk satuan volume perdagangan di Bursa Karbon adalah kelipatan 1 lot atau setara dengan 1 ton karbon dioksida ekuivalen (CO2e). "Perdagangan karbon sangat murah hanya 1 ton CO2e atau sekitar Rp 30.000 sampai Rp 100.000, sementara di luar negeri mencapai 1.000 ton CO2e," kata Ignatius. Direktur Derivatif dan Supervisi Bursa Karbon OJK Aldy Ernanda mengatakan, unit karbon yang diperdagangkan di bursa karbon Indonesia ada dua. Yaitu Persetujuan Teknis Batas Atas Emisi Pelaku Usaha (PTBAE-PU) dan Sertifikat Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (SPE-GRK). “PTBAE-PU untuk pasar mandatory dan SPE GRK untuk pasar voluntary,” paparnya. Sejauh ini, ada tiga perusahaan yang telah mengantongi Sertifikat Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca alias SPE-GRK dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) per 25 September 2023.
PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) merupakan satu dari dua perusahaan yang telah menerima SPE-GRK. PGEO mendaftarkan kegiatan unit usaha Proyek Lahendong Unit 5 & Unit 6. Dengan proyek yang sama, PGEO menggenggam lima SPE RGK yang diterbitkan pada 23 September 2023. Sementara PGEO 21.259 unit PSE yang tersedia untuk ditransaksikan. Kemudian ada PT UPC Sidrap Bayu Energi yang mendaftarkan kegiatan Aksi Mitigasi Perubahan Iklim Proyek PLTB (Pembangkit Listrik Tenaga Bayu) Sidrap 75 MegaWatt (MW). Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi