JAKARTA. Bagaikan pungguk merindukan bulan, penantian Efek Januari yang tak kunjung tiba di bursa, terobati dengan penurunan suku bunga Bank Indonesia (BI rate) sebesar 25 basis poin menjadi 7,25% pekan. Para analis memperkirakan, akan ada dampak positif ke beberapa sektor saham yang sensitif terhadap pergerakan suku bunga. Selain saham sektor perbankan, saham-saham sektor konstruksi juga berpeluang mendapatkan imbas positif dari penurunan suku bunga acuan. Aditya Perdana Putra, Analis Semesta Indovest menuturkan, biaya modal kerja akan lebih murah, mengingat suku bunga yang layu.
Robertus Yanuar Hardy, Analis Reliance Securities, mengatakan, sentimen positif penurunan BI rate juga berimbas pada sektor properti. Permintaan kredit properti berpeluang naik seiring penurunan bunga kredit. Masih ada faktor lain pendorong pertumbuhan sektor properti. Seperti pelonggaran regulasi pemerintah, seperti pelonggaran rasio loan to value (LTV), pelonggaran kepemilikan properti bagi warga negara asing (WNA), dan penghapusan pajak berganda atas penerbitan Dana Investasi Real Estate (DIRE). Robertus mengatakan, groundbreaking mayoritas proyek infrastruktur pemerintah sampai akhir tahun 2015 lalu akan mendongkrak pertumbuhan ekonomi tahun ini. Pertumbuhan ekonomi yang diprediksi 5,1%-5,4%, bisa menggairahkan sektor properti. Namun, masih ada potensi pelemahan, yakni daya beli masyarakat. Ini bisa menjadi ancaman terbesar bagi industri properti Indonesia, seperti yang terjadi sepanjang tahun 2015. Sudah tentu, sektor perbankan juga menjadi incaran. Janson Nasrial, Head of Institutional Equity MNC Securities, mengatakan, emiten bank akan terbantu dari kenaikan pertumbuhan kredit. Menurutnya, tanpa penurunan BI rate, pertumbuhan kredit bank jalan di tempat, di angka 11%. Setelah BI rate turun, penyaluran kredit bisa meningkat antara 12%-14%.
Janson mengatakan, penurunan BI rate akan mendorong korporasi beralih mendanai ekspansi melalui pinjaman perbankan. "NIM tetap bisa naik, terdongkrak volume pinjaman," ujar Janson. Satrio Utomo, Kepala Riset Universal Broker Indonesia, mengatakan, penurunan BI rate yang baru 25 bps belum banyak berdampak langsung ke sejumlah emiten. Penurunan BI rate lebih dalam, bisa berpengaruh ke sektor otomotif dan properti, serta pembiayaan sektor konsumsi. "Pembiayaan yang lebih murah bisa mendongkrak beberapa emiten tersebut," ujar Satrio, Minggu (17/1). Menurut Satrio, investor tetap harus berhati-hati terhadap sentimen global. Hal lain yang harus diwaspadai adalah gejolak nilai tukar rupiah dalam jangka pendek. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie