Bursa Malaysia Berencana Meluncurkan Kontrak Berjangka Minyak Kedelai



KONTAN.CO.ID - MUMBAI. Bursa Malaysia Derivatives Exchange (BMD) yang dikenal sebagai bursa minyak sawit paling atawa crude palm oil (CPO) paling likuid di dunia, berencana meluncurkan kontrak berjangka minyak kedelai pada kuartal pertama tahun depan..

Mohd Saleem, direktur pasar derivatif di Bursa Malaysia mengatakan, BMD tengah memfinalisasi spesifikasi kontrak, yang akan selesai tahun ini sebelum peluncuran kontrak pada awal 2024.

“Ada banyak perdagangan antara minyak sawit dan minyak kedelai. Ini mungkin akan lebih banyak mensinergikan lindung nilai dalam satu atap,” kata dia kepada Reuters.


Saat ini, Chicago Mercantile Exchange (CME Group), yang bergabung dengan Chicago Board of Trade (CBOT), menawarkan kontrak berjangka minyak kedelai paling likuid yang digunakan oleh industri sebagai acuan.

Pergerakan harga minyak sawit, minyak kedelai, minyak bunga matahari, dan minyak lobak bergantung pada tren harga minyak nabati pesaing lainnya.

Saat ini, para pedagang dan penyulingan melakukan lindung nilai atas risiko mereka pada berbagai minyak nabati di bursa yang berbeda.

Baca Juga: Bursa CPO Tak Berdampak ke Emiten Sawit

BMD pertama-tama akan mencoba membuat kontrak acuan minyak kedelai untuk pembeli di Asia. Selanjutnya, BMD akan meluncurkan kontrak untuk minyak nabati lainnya seperti minyak bunga matahari.

Indonesia dan Malaysia adalah eksportir minyak sawit terbesar. Argentina, Brasil, dan Amerika Serikat merupakan eksportir utama minyak kedelai. Sementara Rusia dan Ukraina menguasai sebagian besar pengiriman minyak bunga matahari.

"Langkah India untuk menghentikan perdagangan berjangka minyak sawit dan kedelai telah mendorong lebih banyak pedagang India untuk melakukan lindung nilai atas risiko mereka di BMD," tambah Saleem.

India, importir minyak nabati terbesar di dunia, pada bulan Desember 2021 menangguhkan perdagangan kontrak derivatif komoditas pertanian utama.

Saleem menambahkan, volume perdagangan minyak sawit di BMD melonjak dalam tiga tahun terakhir karena volatilitas yang disebabkan oleh langkah Indonesia untuk membatasi ekspor dan perubahan yang dilakukan oleh India dalam struktur bea masuk.

Volume transaksi di Bursa Malaysia kini telah kembali ke tingkat normal, tetapi masih lebih tinggi dibandingkan tingkat sebelum COVID-19.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati