JAKARTA. Kinerja reksadana sepanjang semester I melempem. Infovesta Utama mencatat rata-rata kinerja reksadana saham minus 9,55% secara year to date (YTD) Juni 2015. Kinerja tersebut kalah dibandingkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang minus 6,05% pada periode yang sama. Sepanjang bulan Juni, reksadana saham juga minus 7,17% atau di bawah IHSG yang minus 5,86%. Sementara itu, rata-rata kinerja campuran secara YTD juga minus 4,4%. Rata-rata reksadana pendapatan tetap hanya membagikan return 1,86% secara YTD.
Reksadana saham Treasure Fund Super Maxxi kelolaan PT Treasure Fund Investama mencatat kinerja paling jeblok minus 19,99% secara YTD. Disusul Mandiri Investa Ekuitas Dinamis yang juga berkinerja buruk minus 18,88%. Menilik fund factsheet Mei, produk kelolaan Mandiri Manajemen Investasi ini agresif menempatkan portfolio di saham sebesar 94,45% dan sisanya sebesar 5,55% di pasar uang. Adapun saham yang menjadi pilihan antara lain saham Alam Sutra Realty, Elnusa serta Mitra Keluarga Karya Sehat. Lalu, saham Panin Life dan PP Persero. Analis Infovesta Utama Viliawati mengatakan kurang moncernya kinerja reksadana dipengaruhi oleh underlying assetnya seperti saham, obligasi maupun pasar uang yang tertekan akibat kondisi perekonomian domestik dan global. Memburuknya kondisi perekonomian mulai terjadi pada kuartal II ditandai dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi dan kinerja laporan keuangan emiten. Ditambah lagi dengan melonjaknya inflasi, berlanjutnya pelemahan nilai tukar serta dana asing yang terus keluar dari pasar modal domestik. "Mengakibatkan tekanan pada bursa saham dan obligasi yang berimbas pada terkoreksinya kinerja reksadana," ujar Vilia, Jakarta, Rabu (1/7). Kondisi tersebut berlanjut hingga sepanjang Juni sejumlah sentimen negatif seperti melonjaknya rilis data inflasi bulan Mei, tekanan jual asing serta belum adanya kesepakatan mengenai penyelesaian kasus utang Yunani menjadi pemberat kinerja bursa saham dan reksadana saham selama bulan Juni. Padahal di awal tahun, sentimen positif seperti melandainya inflasi, dikucurkannya stimulus Bank Sentral Eropa, penurunan suku bunga, serta masuknya aliran dana asing ke pasar modal domestik menjadi penopang kinerja reksadana yang sempat kinclong. "Saat bursa saham volatile, kinerja reksadana saham cenderung lebih rendah ketimbang IHSG karena memiliki karakter lebih agresif," ujar Vilia.