KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Kinerja pasar saham global melempem sepanjang 2022. Di Amerika Serikat (AS), Bursa Wall Street mengakhiri perdagangan tahun 2022 ditutup melemah pada Jumat (30/12) sehingga mengukuhkan penurunan tahunan terbesar sejak krisis keuangan 2008. Bursa Eropa juga mengakhiri 2022 sebagai tahun terburuk dengan penurunan tertingggi sejak 2018. Mengutip Yahoo Finance, Minggu (1/1), penurunan tajam itu akibat dari kebijakan kenaikan suku bunga agresif dari bank sentral untuk meredam inflasi, ditambah kekhawatiran akan resesi, perang Rusia-Ukraina, dan meningkatnya kekhawatiran akan kasus Covid-19 di China.
Di Wall Street, Indeks Dow Jones Industrial Average pada penutupan perdagangan Jumat turun 0,2%, Indeks S&P 500 turun 0,25% dan Indeks Komposit Nasdaq merosot 0,1%. Menurut Jay Hatfield Kepala Investasi ICAP ETF, aksi jual obligasi juga turut melemahkan bursa saham. "Isu di pasar selama dua minggu, sejak ECB mengeluarkan kebijakan yang sangat hawkish dan BOJ menaikkan target obligasi 10 tahun dari 25 bps menjadi 50 bps, pasar obligasi global pasar telah dijual. Banyak investor berpikir bahwa itu hanya berdampak ke saham teknologi, tetapi rupanya jelas berdampak buruk untuk semua aset," katanya.
Baca Juga: Wall Street Menutup Tahun 2022 dengan Penurunan Tertajam Sejak 2008 Sepuluh dari 11 indeks sektor utama S&P 500 berakhir di zona merah pada akhir pekan lalu dipimpin oleh sektor real estat dan utilitas. Tiga indeks utama Wall Street membukukan penurunan tahunan pertama mereka sejak 2018 ketika era kebijakan moneter yang longgar berakhir dengan laju kenaikan suku bunga tercepat Federal Reserve sejak 1980-an. Indeks acuan S&P 500 telah terpuruk 19,4% tahun ini, menandai penurunan kapitalisasi pasar sekitar US$ 8 triliun, Indeks Nasdaq yang padat teknologi anjlok 33,1%, sedangkan indeks Dow Jones Industrial Average melemah 8,9%. Penurunan tahunan ketiga indeks ini merupakan yang terbesar sejak 2008. Saham Apple Inc, Alphabet Inc, Microsoft Corp, Nvidia Corp, Amazon.com Inc, dan Tesla Inc yang tercatat dalam indeks growth stocks S&P 500 telah anjlok di kisaran 28%-66% tahun lalu. Pasar tahun ini menandai berakhirnya era kebijakan moneter yang longgar di tengah kenaikan suku bunga yang agresif untuk mengekang inflasi, kekhawatiran resesi, konflik yang tampaknya tak berkesudahan di Ukraina, dan kebangkitan Covid-19 yang mengejutkan di China. Namun, tidak semua sektor terpukul parah. Energi mencatat kenaikan tahunan sebesar 58% karena lonjakan harga minyak. Saat ini, fokus pelaku pasar saham beralih ke prospek pendapatan perusahaan 2023, dengan meningkatnya kekhawatiran tentang kemungkinan resesi.
Sementara di Bursa Eropa, Indeks acuan pan-European Stoxx merosot 1,3% pada hari terakhir perdagangan 2022. Sehingga sepanjang tahun lalu tercatat telah merosot 17,76%. Ini merupakan kinerja terburuk sejak koreksi tahunan 13,24% pada 2018. Adapun tahun 2021, indeks ini masih melonjak 22,25%. Berdasarkan laporan CNBC seperti dikutip pada Minggu (1/1), indeks CAC 40 Prancis melemah 1,5% dan DAX Jerman melorot 1,1%. Sepanjang tahun lalu, keduanya terlah terkoreksi masing-masing 9,5% dan 12,5%. Sementara itu, indeks acuan FTSE Inggris yang buka setengah hari pada perdagangan Jumat melemah 0,8% dan membukukan kenaikan tahunan 1,2%. Indeks FTSE 250 yang fokus pada domestik susut 19,5% pada 2022, dan alami kerugian terbesar sejak 2008.
Baca Juga: Pergerakan Inflasi dan Respons The Fed Masih Bakal Menyetir Wall Street pada 2023 Editor: Khomarul Hidayat