Bursa tahan wacana penghapusan batas bawah Rp 50



Jakarta. Wacana perubahan batas bawah harga saham Rp 50 sepertinya akan dibatalkan. Kalau pun jadi dihapus, ini akan membutuhkan waktu yang sangat panjang.

"Karena kalau dihapus, konsekuensinya harus mengubah peraturan, khususnya soal fraksi dan lot saham," ujar Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia (BEI) Samsul Hidayat, Selasa (26/5).

Sementara, jika batas bawah dipaksakan untuk dihapus dan tetap menggunakan aturan fraksi harga yang saat ini digunakan justru akan memunculkan perolehan gain yang tidak proporsional. Apalagi, jika ada pergerakan pada harga saham yang harganya di bawah Rp 50.


Gambarannya, perlu diketahui terlebih dahulu soal peraturan fraksi saham. Peraturan yang saat ini digunakan mengacu pada Surat Keputusan Direksi BEI Nomor Kep-00023/BEI/04-2016.

Dalam peraturan tersebut dijelaskan, soal kelompok harga saham yang tercatat di BEI. Kelompok pertama merupakan harga saham di bawah Rp 200 yang fraksi harganya ditetapkan sebesar Rp 1. Kelompok kedua, harga saham Rp 200-Rp 500 yang memiliki fraksi harga Rp 2. Kelompok ketiga, harga saham Rp 500-Rp 2.000 memiliki fraksi harga Rp 5.

Selanjutnya kelompok keempat, dengan harga saham Rp 2.000-Rp 5.000 memiliki fraksi harga Rp 10. Terakhir kelompok kelima, harga saham di atas Rp 5.000 memiliki fraksi harga Rp 25.

Peraturan ini diberlakukan sebagai acuan kelipatan saat investor melakukan penawaran beli (bid) atas sebuah saham. Sehingga, penawaran yang dilakukan lebih seragam dan tidak bisa sembarangan.

Misal, ada saham seharga Rp 150, lalu ada investor yang minat dan melakukan bid. Nah, saat melakukan bid, harga penawarannya tidak bisa sembarangan, langsung Rp 180 misalnya.

Penawaran harus dilakukan sesuai dengan kelipatan yang berlaku pada masing-masing fraksi. Jika fraksi harga di bawah Rp 200 maka kelipatan pertamanya Rp 1. Jadi, bid yang dilakukan harus bertahap, mulai dari Rp 151, Rp 152 dan seterusnya.

Nah, soal gain dari bid inilah yang dinilai tidak proporsional jika batas bawah dihapus tapi tetap menggunakan fraksi yang sekarang digunakan. Misal, ada harga saham Rp 1. Karena batas bawah dihapuskan, berarti saham tersebut bisa diperdagangkan di pasar reguler.

Lalu, muncul bid atas saham tersebut. Sesuai dengan fraksi harganya, maka kelipatan bid yang digunakan Rp 1 sehingga harga saham tersebut naik jadi Rp 2. Dengan kata lain, si pemegang saham sudah memperoleh keuntungan atau gain hingga 100%.

Kemudian, bandingkan dengan harga saham yang berada pada level Rp 100. Lalu muncul bid dengan kelipatan pertama, Rp 1. Jadi saham tersebut menjadi Rp 101. Dengan kata lain, pemegang saham sebelumnya hanya memperoleh gain 1%. Jauh dbawah gain pada harga saham Rp 1 tadi.

Jadi, kalau batas bawah dihapuskan, maka mau tidak mau fraksi harga perlu diubah lagi, perlu diperkecil. Masalahnya, mengubah peraturan bukan perkara mudah, butuh waktu yang lama.

Belum lagi soal lot saham. "Kalau pakai peraturan sekarang, 1 lot sama dengan 100 saham, lalu ada saham harganya Rp 1, berarti nanti harganya 1 lotnya cuma Rp 100," tambah Samsul.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Adi Wikanto