Bursa tak mesti terpuruk meski prospek buruk



Sama halnya tahun ini, para ekonom dan analis memprediksi ketidakpastian atas penyelesaian krisis utang di Eropa dan lambatnya pemulihan ekonomi AS masih akan membuat bursa fl uktuatif tahun depan. Meski begitu, peluang cuan tetap terbuka.Boleh dibilang, sepanjang 2012 ini, Eropa dan Amerika Serikat (AS) menjadi pusat perhatian para pelaku pasar modal di seluruh dunia. Apa yang terjadi di kedua kawasan tersebut seringkali menjadi penentu pergerakan indeks saham di berbagai bursa saham di seluruh dunia.Dari Benua Eropa, para pelaku pasar menunggu-nunggu kabar soal perkembangan penyelesaian krisis utang yang melanda negara-negara pengguna mata uang euro. Sementara dari AS, pelaku pasar pasang mata pada kabar pertumbuhan ekonomi negara tersebut.Yang bikin para pelaku pasar modal deg-degan, berita-berita yang muncul dari belahan dunia barat tersebut lebih sering berita negatif. Alhasil, pergerakan bursa menjadi sangat fluktuatif dan risiko pun meningkat. “Pergerakan bursa yang fluktuatif tidak bisa dihindari karena tidak ada harapan kondisi globalmembaik,” sebut Lana Soelistianingsih, ekonom Samuel Sekuritas Indonesia.Lana mengambil contoh perkembangan penyelesaian krisis utang di Benua Biru. Ia menganalisis, permasalahan di Eropa saat ini tidak lagi semata soal kondisi fi skal yang amburadul, tapi juga merembet ke persoalan kepentingan politik. “Jadi tidak usah berharap krisis bisa cepat selesai,” sebut dia.Tambah lagi, profi l penduduk di negara-negara zona euro juga tidak mendukung percepatan penyelesaian krisis. Penduduk usia tua di Eropa jauh lebih dominan ketimbang jumlah penduduk usia produktif.Menurut perhitungan Komisi Eropa, pertumbuhan penduduk usia produktif di Eropa dalam dua dekade terakhir hanya sekitar 0,3%. Bandingkan dengan laju pertumbuhan jumlah penduduk usia tua yang mencapai 3,7%. “Ini membuat beban jaminan sosialkian membengkak,” kata Lana.Padahal, salah satu syarat yang dibebankan pada negaranegara yang terlilit utang agar bisa mendapat bailout adalah pemerintah negara tersebut harusmelakukan pengetatan anggaran. Di lain pihak, rendahnya jumlah penduduk usia produktif membuat pendapatan dari pajak lebih sedikit. Mau tidak mau, negara yang terlilit utang hanya bisa mengandalkan bantuan dana dari negara lain. Pemulihan ekonomi di Amerika sendiri saat ini masih tanda tanya. The Federal Reserve, bank sentral AS, memang telah menyatakan akan menggelontorkan stimulus kembali lewat program quantitative easing tahap 3 (QE3). Tapi, para pengamat menilai realisasi stimulus ini baru akan terlihat di akhir 2012 atau awal 2013.Melihat kondisi tersebut, para pengamat ekonomi memprediksi, kondisi ekonomi global di tahun depan masih akan dipenuhi ketidakpastian. Lembaga keuangan International Monetary Fund (IMF) bahkan memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global untuk tahun ini dan tahun 2013.Dalam World Economic Outlook Oktober 2012, IMF memprediksi ekonomi dunia di 2012 hanya akan tumbuh sekitar 3,3%. Sementara, di tahun 2013, ekonomi dunia akan tumbuh 3,6%. Padahal, dalam World Economic Outlook Juli 2012 lalu, IMF masih memprediksi ekonomi global bisa tumbuh 3,5% di 2012 dan 3,9% di 2013.IMF bahkan memprediksi ekonomi di kawasan negara pengguna euro bakal merosot 0,4% tahun ini. Sebelumnya, lembaga keuangan dunia ini memprediksi ekonomi zona euro cuma akan susut 0,3%. IMF rata-rata memang memangkas proyeksi pertumbuhan di negara maju. “Ekonomi global telah merosot lebih jauh sejak rilis World Economic Outlook Juli 2012, jadi proyeksi pertumbuhan kami turunkan,” sebut pihak IMF dalam laporan tersebut.Lana juga menilai, ketidakpastian masih akan mewarnai kondisi ekonomi global tahun depan. Karena itu, ia melihat fluktuasi dan risiko investasi di pasar saham masih akan tetap tinggi.Ekonomi Indonesia masih kuat Meski begitu, jangan buruburupesimistis memandang peluang investasi di pasar modal tahun depan. Masih ada beberapa sentimen positif yang diharapkan bisa menjaga pertumbuhan ekonomi global sepanjang 2013 nanti. Kabar baik dari IMF, lembaga ini tetap mempertahankan proyeksi pertumbuhan kawasan ASEAN 5. Ini adalah sebutan IMF untuk Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam.IMF memprediksi, kawasan ini bakal tumbuh 5,4% di 2012 dan 5,8% di 2013. Untuk perbandingan, di 2011 lalu, ekonomi kawasan ASEAN 5 tumbuh 4,5%. Untuk Indonesia, IMF memprediksi ekonomi bisa tumbuh 6,04% tahun ini. Proyeksi ini lebih kecil ketimbang realisasi pertumbuhan ekonomi di 2011 yang mencapai 6,46% (lihat infografik). Di 2013, ekonomi Indonesia diproyeksikan bisa tumbuh sekitar 6,34%.Lana menuturkan, sebenarnya pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai 6,8% tahun depan, dengan syarat program pembangunan infrastruktur benar-benar dijalankan. “Pembangunan infrastruktur secara besar-besaran sejauh ini masih berupa keinginan besar, tapi hasilnya minimum,” tandas Lana.Toh, para analis dan ekonom sepakat menilai pada dasarnya fundamental Indonesia masih kuat. Hal ini terlihat antara lain dari produk domestik bruto (PDB) per kapita Indonesia yang terus meningkat.Pada 2011 lalu, PDB per kapita Indonesia sudah mencapai US$ 3.511, naik dari US$ 2.981 di 2010. Sementara untuk 2012 dan 2013, PDB per kapita Indonesia diperkirakan bisa mencapai masing-masing US$ 4.082 dan US$ 4.653. “Semakin meningkatnya PDB per kapita Indonesia telah menopang konsumsi domestik, sehingga mampu memberikan pertumbuhan ekonomi nasional yang relatif tinggi,” kata Norico Gaman, Kepala Riset BNI Securities saat seminar Investment Outlook 2013, Sabtu (6/10). Ia menilai, fundamental ekonomi yang kuat akan menimbulkan kepercayaan investor terhadap peluang investasi di Indonesia.Analis CIMB Niaga Securities Mastono Ali menuturkan, kuatnya fundamental Indonesia ini antara lain terlihat dari langkah lembaga pemeringkat internasional mengerek peringkat utang Indonesia. Padahal, sejumlah negara di Eropa peringkat utangnya justru turun. “Perlu dicatat porsi ekspor kita hanya 28% alias tidak terlalu besar, jadi masih bisa mengandalkan pendapatan dari konsumsi domestik,” tutur Mastono.Selain itu, masih ada harapan dari China. IMF memang memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Negara Shaolin tersebut di tahun ini, dari semula 8% menjadi 7,8%. Tapi, para pengamat ekonomi masih meyakini pemerintah China bakal bisa mendongkrak pertumbuhan ekonomi negara tersebut.Pemerintah China memang berusaha menahan agar pertumbuhan ekonominya tidak lebih rendah dari 7,5%. Ini memang tidak mudah. Pasalnya, Eropa yang merupakan pasar utama barang asal Tiongkok masih dirundung krisis.Meski begitu, Pemerintah China tidak kurang akal. Negara yang pernah tenar dengan julukan Negeri Tirai Bambu ini menyuntikkan dana besar-besaran untuk merangsang pembangunan infrastruktur. Langkah ini sukses menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Alhasil, China berhasil mengalihkan ketergantungan pada ekspor ke pasar domestik.People’s Bank of China juga baru-baru ini melakukan reverse repo. Ini adalah program pemberian pinjaman jangka pendek ke bank-bank komersial untuk menyuntikkan dana melalui pasar uang. Sejak akhir Juni lalu, Pemerintah China sudah menyuntikkan dana sebesar 2.418 triliun yuan. Langkah ini diharapkan efektif ikut menggenjot pertumbuhan ekonomi domestik.Faktanya, program tersebut berhasil menurunkan suku bunga pinjaman antarbank dari 3,83% menjadi 3,76%. Hal ini membuat bank di China bisa menawarkan bunga yang lebih menarik kepada nasabah.Kepala Riset Universal Broker Indonesia Satrio Utomo mengungkapkan, kalau kebijakan ekonomi China tersebut berhasil, dampaknya pada ekonomi global akan positif. “Kalau China lepas dari perlambatan ekonomi, harga komoditas dunia bisa rebound,” terang dia.Menadah aliran dana dari QE3Sentimen lain yang menjadi faktor positif bagi pasar modal Indonesia adalah program stimulus QE3 yang dicanangkan The Federal Reserve. Satrio menuturkan, sebagian dana dari kebijakan pembelian surat utang di AS ini bakal mengalir ke berbagai negara berkembang. Tentu saja, di antaranya adalah Indonesia. “Indonesia masih dianggap punya rapor baik,” cetus dia.Norico mencatat, setiap kali The Fed, nama gaul The Federal Reserve, menggelar program quantitative easing, aliran dana ke negara berkembang selalu terjadi. Hal ini terlihat dari kecenderungan peningkatan yield obligasi Pemerintah AS sepanjang periode pemberian stimulus tersebut.Namun, setelah periode kebijakan stimulus tersebut berakhir, yield obligasi Indonesia secara signifikan turun. Menurut Norico, hal ini mengindikasikan aliran modal keluar (capital outflow) dari pasar AS pada periode pelaksanaan quantitative easing. Sementara ketika program stimulus selesai, investor kembali berinvestasi di obligasi Pemerintah AS.Sekadar catatan, pemerintah AS pertama kali menggelontorkan quantitative easing pada Desember 2008 hingga Maret 2010. Lalu pada November 2010 hingga Juni 2011, Pemerintah AS kembali mengguyur dana ke pasar lewat quantitative easing tahap kedua.Sepanjang pelaksanaan quantitative easing tahap pertama, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melejit sekitar 133,12%. Sementara sepanjang pelaksanaan quantitative easing tahap kedua, IHSG naik sekitar 6,68%.Karena itu, para pelaku pasar saham di Indonesia bisa berharap kecipratan rezeki pelaksanaan quantitative easing tahap tiga. Apalagi, kali ini The Fed tidak memberi batas waktu pada pelaksanaan QE. Chairman The Fed Ben Bernanke mengungkapkan, QE3 akan terus berjalan hingga pasar tenaga kerja di AS membaik.Asal tahu saja, nilai duit yang digelontorkan Pemerintah AS melalui QE3 cukup besar. Bank sentral AS siap melakukan pembelian surat berharga jangka panjang dengan nilai total mencapai US$ 85 miliar setiap bulannya. Termasuk dalam surat berharga yang akan dibeli oleh The Fed adalah surat berharga berbasis KPR atawa mortgage backed securities (MBS). Total dana untuk pembelian MBS ini mencapai US$ 40 miliar per bulan.Dengan setumpuk sentimen positif tersebut, para analis dan pengamat meyakini pasar modal Indonesia masih menarik sebagai tempat berinvestasi pada tahun depan. Dan, jangan lupa, di tahun depan para partai politik sudah mulai bersiap-siap berlaga di ajang Pemilu 2014.Satrio menuturkan, biasanya pelaksanaan pemilihan umum presiden dan wakil presiden bakal menjadi sentimen positif bagi pasar modal. Secara historikal, menjelang pemilu biasanya likuiditas di masyarakat akan semakin besar. Sudah rahasia publik, ini terkait dengan upaya para pelaku politik menggalang dana untuk keperluan kampanye. “Biasanya akan banyak dana di bursa untuk mengumpulkan dana. Mungkin juga bisa lewat initial public offering,” papar Tommy, panggilan akrab Satrio. Jadi, meski naga-naganya ekonomi belum cerah benar, Anda tak perlu menyimpan uang di bawah kasur.

***Sumber : KONTAN MINGGUAN 03 - XVII, 2012 Laporan Utama

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Imanuel Alexander