JAKARTA. Ratusan buruh PT Cladtek BI Metal yang tergabung dalam SP LEM SPSI melakukan aksi unjuk rasa di depan kantor Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Kamis (2/10). Para pekerja menuntut Menteri ESDM dan Dirjen Migas mengusut tuntas para pelaku mafia proyek migas Matindok dan Donggi. Mereka pun menuding kementerian ESDM melanggar peraturan (Permen) 15 Tahun 2013 tentang Penggunaan Produk Dalam Negeri Pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi yang dibuatnya sendiri dengan memberikan proyek migas kepada pihak asing. Ketua DPD LEM SPSI Kepulauan Riau, Edwin Haryono mengatakan akibat praktik praktik mafia migas telah berdampak terhadap ancaman terjadinya pengangguran ratusan buruh PT Cladtek. "Saat ini saja sudah 300 buruh perusahaan pabrik yang berkedudukan di Batam, Kepulauan Riau itu sudah kehilangan pekerjaannya. Bahkan menyusul ratusan buruh kembali terancam di rumahkan," tegas Edwin melalui siaran pers.
Edwin melihat bahwa pabrik pipa CRA pipeline lokal yang sudah terdaftar di Migas dengan Surat Kemampuan Usaha Penunjang (SKUP) berkategori bintang tiga, terancam akan tutup. Sebab Kontraktor Kontrak Kerja Sama (Kontraktor KKS) tidak mengutamakan Lokan Kontent Dalam Negeri sesuai dengan Pedoman Tata Kerja (PTK) 007 Revisi-II/PTK/I/2011. Saat unjuk rasa, masa buruh sempat melakukan aksi lempar telur 'busuk' ke arah poster bergambar Menteri ESDM Jero Wacik, Wamen ESDM Susilo Siswoutomo, Presider PT Pertamina Adriansyah, dan Pengurus Harian Kepala SKK Migas Johanes Wiojonarko. Akhirnya, Direktur Pembinaan Program Migas Naryanto Wagimin bersedia menerima perwakilan buruh. Dalam pertemuan tersebut turut dihadiri dihadir perwakilan PT Cladtek BI-Metal Manufacturing (Cladtek) yang diwakili kuasa hukumnya Joao Meco. Naryanto mengaku pihaknya sudah mendapatkan laporan untuk melakukan re-tender (tender ulang) atas pengajuan PT Cladtek pada proyek pengadaan CRA pipeline fasilitas gas di Matindok dan Donggi. Namun re-tender itu tak bisa dilaksanakan karena pihaknya mendapat tekanan. Ia menambahkan, pihak Dirjen Migas tak pernah melalukan pembatalan atas re-tender tersebut. Untuk mendapatkan kebenaran itu, pihaknya pun menyurati SKK Migas sebagai pelaksana lelang Pertamina EP atas dua proyek diatas. "Untuk mendapatkan kebenaran itu kami menyurati SKK Migas sebagai pelaksana lelang. Tapi kami mendapatkan jawaban normatif," tandasnya. Pengacara Cladtek Joao Meco mengatakan, Dirjen MIGAS sudah mengeluarkan surat perintah untuk re-tender bernomor 12942/19.06/DMB/2013 tanggal 27 Nopember 2013. Re-tender itu pada proyek pengadaan CRA pipeline fasilitas produksi gas di Donggi (Pipa CRA 4” dan 6”) dan Matindok (Pipa CRA 6”, 8” 12”). Tetapi re-tender tersebut dibatalkan oleh Direktur Pembinaan Program MIGAS melalui surat keputusan No. III-02-59/DMBO/2014 oleh desakan PT Pertamina EP, serta PT Rekayasa Industri (Rekin) tanpa memberitahukan kepada PT Cladtek. Dia menduga praktik mafia itu terjadi pada proses tender tertutup yang diadakan PT Rekin dan konsorsium PT Wika-Technip selaku pemenang EPC (Engineering, Procurement dan Construction) atas Kontraktor KKS PT Pertamina EP pada proyek pengadaan CRA tersebut. Dimana dalam tender itu menunjuk FTV Proclad L.L.C Proclad sebagai pemenang tender proyek. Padahal dalam proses lelang itu Cladtek mengajukan penawaran harga US$ 14,889 juta. Namun harga ini dikalahkan dengan harga penawaran Procland yang lebih mahal senilai US$ 15,800 juta. Selain masalah harga, ia menuding Proclad banyak menabrak peraturan dan perundangan sektor migas terutama yang tertuang dalam buku Apresiasi Produksi Dalam Negeri (APDN). Apalagi Proclad yang bekedudukan di Dubai tidak memiliki sertfikasi API 5LC yang menjadi salah satu syarat untuk ikut serta dalam tender.
Pada pertemuan pada 25 September 2014 yang dilakukan oleh Cladtek dan SKK Migas, PT Wika, dan PT Rekin, dinsyalir sangat kuat adanya indikasi mafia migas dalam penetapan Proclad sebagai pemenang tender karena bertentangan dengan peraturan dan perundang-undangan. Meco menyatakan, penasihat Ketua SKK Migas Cornelia mengatakan penetapan Proclad sebagai pemenang tender telah menabrak banyak aturan dan Buku Apresiasi Produk Dalam Negeri yang mengharuskan semua kontraktor dan kontraknya memaksimalkan produksi dalam negeri. Sementara PT Wika pada dasarnya siap membatalkan penetapan Proclad sebagai pemeneng tender apabila ada petunjuk dari Dirjen Migas atau Pertamina EP selaku user. "PT Reskin sendiri menyatakan hanya mengikuti arahan dari Pertamina EP," ungkap Meco. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto