KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Serikat Buruh meminta dilibatkan dalam perbaikan UU nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja atau Omnibus Law Cipta Kerja. Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Elly Rosita Silaban meminta pemerintah melibatkan serikat buruh dalam upaya perbaikan UU Cipta Kerja. Ia menyebut, hingga saat ini belum ada undangan dari pemerintah untuk melibatkan buruh dalam perbaikan UU Cipta Kerja. “Yang ada kan baru (revisi) UU tentang PPP. Sementara kita (serikat buruh) belum pernah merasa dilibatkan untuk itu,” ujar Elly saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (21/6).
Elly mengatakan, proses pelibatan buruh tidak hanya sekadar formalitas dengan mengundang serikat buruh dalam pembahasan. Akan tetapi juga mengakomodir usulan – usulan perbaikan dari serikat buruh. Elly mengungkapkan, saat proses pembentukan UU Cipta Kerja pihaknya memang diundang untuk melakukan pembahasan. Serikat buruh pun telah menyampaikan usulan – usulan yang diharapkan masuk dalam substansi kluster ketenagakerjaan UU Cipta Kerja.
Baca Juga: Buruh Siap Judicial Review Revisi UU PPP Akhir Mei Namun kenyataannya, usulan – usulan serikat buruh tidak diakomodir dalam substansi dan/atau pasal – pasal dalam UU Cipta Kerja. Selain itu, buruh juga tidak dapat mengakses draf UU Cipta Kerja yang akan disahkan di DPR pada saat itu. “Harapan kita terbuka, transparan, apa yang diperbaiki, undang publik, undang serikat buruh agar kita tahu ada ngga yang dilakukan pemerintah tentang putusan MK tersebut, setelah itu baru kita bicara isinya,” ujar Elly. Lebih lanjut, Elly mengungkapkan, sejumlah usulan – usulan yang tidak diakomodir dalam UU Cipta Kerja. Diantaranya mengenai upah minimum sektoral. Serikat buruh ingin agar tetap ada pengaturan mengenai upah minimum sektoral. Namun pengaturan upah minimum sektoral dihapus dalam UU Cipta Kerja. Elly mencontohkan, tidak mungkin gaji buruh/pekerja di sektor pertambangan sama dengan gaji/upah buruh yang membuat plastik di pabrik. Sebab, kedua jenis pekerjaan tersebut memiliki tingkat keahlian yang berbeda. “Kemarin itu salah satu yang kita tentang dan kita minta di undang undang ada perbedaan upah sektoral, tetap diatur dalam UU 11/2020 cipta kerja,” ucap Elly. Selain itu, Elly meminta pengaturan mengenai pekerja outsourcing dikembalikan kepada pengaturan yang lama. Selanjutnya buruh meminta adanya perbaikan dalam pengaturan mengenai perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) dan pesangon. “Kita tidak mau outsourcing diperluas, tadinya kan ada 5 jenis pekerjaan (outsourcing), tapi saat ini diperluas,” ucap Elly.
Baca Juga: Buruh Akan Ajukan Judicial Review Revisi UU PPP ke Mahkamah Konstitusi Sebelumnya, Ketua Pokja Monev Satgas Percepatan Sosialisasi Undang-Undang Cipta Kerja Edy Priyono menjelaskan, setelah disahkannya UU 13/2022 yang merupakan revisi kedua terhadap UU 12/2011 tentang Penyusunan Peraturan Perundang-undangan, maka pemerintah melakukan koordinasi internal.
Koordinasi dilakukan khususnya kepada beberapa kementerian terkait beberapa aspek substansi UU Cipta Kerja yang banyak mendapat sorotan masyarakat. Seperti ketenagakerjaan, lingkungan hidup, keuangan, pertanahan dan juga pekerjaan umum. Maka sebagai langkah persiapan perbaikan UU Cipta Kerja, pemerintah memberikan waktu kepada kementerian dan lembaga (K/L) terkait untuk menyelesaikan kajian subtansi UU Cipta Kerja di masing-masing sektor hingga Juli 2022. "Kementerian-kementerian terkait tersebut diminta untuk melakukan kajian komprehensif, dan diberi waktu sampai dengan Juli 2022," kata Edy kepada Kontan.co.id, Minggu (19/6). Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli