KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal meminta pemerintah daerah merevisi Upah Minimum Provinsi (UMP). Hal itu sebagai tindak lanjut dari putusan Mahkamah Konstitusi terkait uji formil Undang Undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Putusan yang menyatakan UUCK cacat formil tersebut membuat penghitungan UMP menjadi tidak berlaku. "Kepada gubernur yang telah menetapkan UMP 2022 dicabut, direvisi karena MK menyatakan tidak boleh dipakai, ditangguhkan," ujar Said saat konferensi pers secara virtual, Jumat (26/11).
Sebelumnya penghitungan UMP tahun 2022 dilakukan menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 36 tahun 2021. Aturan tersebut merupakan aturan turunan UUCK yang bersifat strategis dan berdampak luas. "PP nomor 36 tahun 2021 tentang pengupahan, pasal 4 menyatakan bahwa kenaikan upah minimum adalah keputusan strategis," ungkap Said.
Baca Juga: MK putuskan pemerintah harus perbaiki UU Cipta Kerja, begini efeknya ke pasar saham UUCK memang tidak serta merta gugur akibat adanya putusan tersebut. Pasalnya dalam amar putusannya, MK memberikan waktu 2 tahun bagi pembuat UU untuk melakukan perbaikan. Namun, berlakunya UUCK pasca putusan MK bersifat limitatif atau terbatas. Kuasa Hukum KSPI Said Salahudin menerangkan hal itu tercantum pada amar putusan ketujuh. Pada amar putusan tersebut terdapat dua substansi mengenai pembatasan pemberlakuan UUCK. Pertama UUCK berlaku tetapi tidak bisa mengeluarkan kebijakan baru yang bersifat strategis dan berdampak luas. Serta substansi kedua yakni menanguhkan aturan UUCK dan turunannya yang bersifat strategis dan berdampak luas. Penangguhan tersebut membuat penundaan pemberlakuan poin yang sudah ada. "Kalau itu sudah bersifat strategis dan berdampak luas maka harus ditangguhkan, apa (itu) ditangguhkan, ditunda pelaksanaannya," jelas Said Salahudin.
Baca Juga: UMP 2022 di 33 provinsi sudah ditetapkan, ini data dan perbandingan dari tahun 2021 Sebagai informasi bunyi amar ketujuh putusan MK yakni menyatakan untuk menangguhkan segala tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573). Sebelumnya pemerintah Indonesia menegaskan bahwa putusan MK tak membatalkan UUCK. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan bahwa UUCK dan seluruh aturannya masih berlaku. Airlangga berdalih bahwa MK hanya menyatakan agar pemerintah tidak menerbitkan peraturan baru yang bersifat strategis sampai dilakukan perbaikan atas pembentukkan UUCK. "Dengan demikian peraturan perundangan yang telah diberlakukan untuk melaksanakan UU Cipta Kerja tetap berlaku," ungkap Airlangga. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .