Buruh mogok, Freeport bisa tekor US$ 505 juta



JAKARTA. Gangguan produksi tambang kini menghantui PT Freeport Indonesia. Ancaman gangguan produksi datang dari karyawan yang akan melakukan mogok sebulan penuh mulai 6 November. Jika mogok dilakukan, Freeport Indonesia terancam tak bisa produksi bijih mineral dan mengirimkan konsentrat. 

Daisy Primayanti, Juru Bicara Freeport Indonesia menyatakan, perusahaan ini telah menerima pemberitahuan aksi mogok dari pekerja. Namun ia meminta, agar rencana mogok itu dibatalkan. "Kami mengajak karyawan mematuhi pasal-pasal dalam perjanjian kerja bersama (PKB) untuk menghindari kerugian baik bagi perusahaan, karyawan, komunitas lokal serta seluruh pemangku kepentingan," kata Daisy dalam pesan singkatnya kepada KONTAN, Selasa (28/10).

Rencana mogok dari pekerja tambang emas dan tembaga ini, akan dilakukan pekan depan. Buruh menggelar mogok karena merasa resah dengan rentetan kecelakaan yang terjadi di wilayah kerja tambang Freeport Indonesia sejak tahun 2013. Untuk itu, serikat pekerja menuntut induk perusahaan ini, Freeport-McMoRan, merombak manajemen. Mereka menilai, pihak manajemen Freeport Indonesia harus bertanggung jawab.


Ancaman mogok kerja tak hanya datang dari pekerja tambang terbuka Grasberg, dan tambang bawah tanah Deep Ore Zone (DOZ) dan Big Gossan saja. Ancaman mogok juga dilakukan pekerja dari dua perusahaan privatisasi Freeport, yaitu PT Kuala Pelabuhan Indonesia serta PT Puncakjaya Power. Aksi mogok kedua perusahaan ini dikhawatirkan mengancam pengiriman konsentrat dan ekspor Freeport Indonesia.

Aksi mogok pekerja tambang itu diakui bisa berpengaruh kepada kinerja perusahaan. Namun, Daisy enggan merinci pengaruhnya, termasuk potensi kerugian perusahaan jika aksi mogok dilakukan selama sebulan.

Akan tetapi, mengacu laman resmi Freeport-McMoRan, rata-rata produksi Freeport Indonesia sepanjang pertengahan 2014 lalu mencapai 102.900 bijih per hari. Rinciannya, 50.700 ton bijih per hari dari di tambang terbuka Grasberg, kemudian 50.500 ton bijih dari tambang bawah tanah DOZ dan sebanyak 1.700 ton bijih dari tambang bawah tanah Big Gossan.

Jika mogok pekerja Freeport itu menghentikan produksi sebulan, potensi kehilangan produksi bijih mineral Freeport Indonesia bisa mencapai 3,1 juta ton. Selain itu, aksi mogok bisa mengancam penjualan dan pengiriman konsentrat Freeport Indonesia sebulan, yang jumlahnya sekitar 250.000 ton.

Mengacu harga patokan ekspor (HPE) per Oktober yang dirilis Kementerian Perdagangan, harga konsentrat tembaga kadar Cu 25%-26% dibanderol US$ 2.019,81 per ton. Alhasil, potensi kerugian dari penjualan konsentrat saja bisa mencapai US$ 504,9 juta per bulan.

Tuntutan tak terpenuhi

Juli Parorongan, Ketua Pengurus Unit Kerja Serikat Pekerja Kimia, Energi dan Pertambangan Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PUK SP KEP SPSI) PT Freeport Indonesia menyatakan, serikat karyawan menargetkan aksi mogok diikuti sekitar 10.000 pekerja.

Serikat buruh memutuskan menggelar mogok karena proses dialog dengan manajemen Freeport pada bulan lalu gagal mencapai ttik temu. "Kami bertemu dengan Presiden Freeport Indonesia Rozik B Soetjipto dan video teleconference dengan Vice Chairman Freeport-McMoRan, Richard Adkerson, tapi tidak ada kesepakatan apa-apa," kata Juli.

Serikat pekerja menuntut pemecatan terhadap 53 orang manajer operasional yang bertanggung jawab atas kecelakaan di wilayah tambang. "Kami menolak mereka hanya dimutasi," kata Juli tanpa memerinci nama-nama para manajer tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Uji Agung Santosa