AKARTA. Menyikapi pernyataan Menko perekonomian, Hatta Rajasa dan Menteri Perindustrian, MS Hidayat yang menyatakan bahwa penetapan Upah Minimum Provinsi/Kota dilakukan lewat survei oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, pernyataan tersebut ngawur dan tidak mengerti Undang-Undang (UU). "Kami menilai ini hanya cara untuk kembali ke rejim upah murah dibawah kendali Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan pengusaha hitam, karena penetapan upah minimum dilakukan oleh gubernur bukan oleh menteri sesuai UU 13/2003 berdasarkan rekomendasi bupati/walikota," ujar Said, Kamis (29/8). Said menambahkan setelah dilakukan survei KHL oleh dewan pengupahan daerah, dari hasil suvei tersebut baru kemudian didiskusikan penetapan UMP/K berapa persen dari KHL. Misal, kata Said, tahun lalu di DKI Jakarta ditetapkan UMP Rp 2,2 juta yaitu senilai 112% KHL, begitu pula daerah lainnya, jadi tidak ada keterlibatan BPS. Kecuali, kalau mau sebagai pembanding bisa menggunakan Survei Biaya Hidup (SBH) versi BPS yang menggunakan perhitungan lebih dari 242 item. Oleh karena itu, Said memastikan buruh menolak berbagai cara agar rejim upah murah kembali melalui rencana Inpres tentang pengendalian upah. "Hal ini bertentangan dengan pidato Presiden SBY pada16 Agustus yaitu indonesia tidak lagi memberlakukan upah murah dan daya beli masyarakat harus dijaga," katanya. Menurutnya buruh tetap akan memperjuangkan kenaikan upah minimal sebesar 50% dan segera menggelar aksi besar pada September diseluruh Indonesia hingga mogok nasional pada Oktober dan November mendatang.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Buruh tolak survei penetapan upah oleh BPS
AKARTA. Menyikapi pernyataan Menko perekonomian, Hatta Rajasa dan Menteri Perindustrian, MS Hidayat yang menyatakan bahwa penetapan Upah Minimum Provinsi/Kota dilakukan lewat survei oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, pernyataan tersebut ngawur dan tidak mengerti Undang-Undang (UU). "Kami menilai ini hanya cara untuk kembali ke rejim upah murah dibawah kendali Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan pengusaha hitam, karena penetapan upah minimum dilakukan oleh gubernur bukan oleh menteri sesuai UU 13/2003 berdasarkan rekomendasi bupati/walikota," ujar Said, Kamis (29/8). Said menambahkan setelah dilakukan survei KHL oleh dewan pengupahan daerah, dari hasil suvei tersebut baru kemudian didiskusikan penetapan UMP/K berapa persen dari KHL. Misal, kata Said, tahun lalu di DKI Jakarta ditetapkan UMP Rp 2,2 juta yaitu senilai 112% KHL, begitu pula daerah lainnya, jadi tidak ada keterlibatan BPS. Kecuali, kalau mau sebagai pembanding bisa menggunakan Survei Biaya Hidup (SBH) versi BPS yang menggunakan perhitungan lebih dari 242 item. Oleh karena itu, Said memastikan buruh menolak berbagai cara agar rejim upah murah kembali melalui rencana Inpres tentang pengendalian upah. "Hal ini bertentangan dengan pidato Presiden SBY pada16 Agustus yaitu indonesia tidak lagi memberlakukan upah murah dan daya beli masyarakat harus dijaga," katanya. Menurutnya buruh tetap akan memperjuangkan kenaikan upah minimal sebesar 50% dan segera menggelar aksi besar pada September diseluruh Indonesia hingga mogok nasional pada Oktober dan November mendatang.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News