KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Terdapat sekitar 10 juta orang tinggal di Jakarta dengan 1,4 juta komuter dari sekitar Jakarta setiap harinya. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik dengan jumlah penduduk yang begitu besar hanya 24% yang menggunakan sarana transportasi publik seperti Trans Jakarta dan Kereta Commuter line. Kebanyakan orang masih menggunakan mobil pribadi sehingga kemacetan tidak dapat dihindari. Hal tersebut diungkapkan oleh Head of Public Policy and Government Affairs Indonesia Uber John Colombo pada pada Kampanye #UnlockJakarta pada Selasa (1/11) di Jakarta. John juga mengatakan lebih dari 4 juta mobil dan 8 juta motor beroperasi di Jakarta setiap hari. Sehingga dibutuhkan 24.000 lapangan sepakbola untuk memarkir semua mobil di Jakarta.
“Bukan masalah mobilnya tapi bagaimana kita menggunakan mobil yang didominasi bermuatan satu atau dua orang. Padahal ini adalah aset yang bisa digunakan lebih efisien untuk mengurangi kemacetan. Lahan parkir pun bisa dimanfaatkan untuk lahan produktif atau lahan hijau” ungkap John. Sepanjang Juli hingga Agustus 2017, Uber melakukan survei terhadap 9.000 responden, berumur antara 18 hingga 65 tahun di 9 kota besar se-Asia: Singapura, Kuala Lumpur, Jakarta, Manila, Hong Kong, Taipe, Hanoi, Ho Chi Minh dan Bangkok untuk mengetahui opini publik terhadap kepemilikan mobil, berbagi tumpangan serta tentang mengemudi dan menemukan tempat parkir di kota-kota besar tersebut. Temuan dari hasil survei ini menunjukkan warga di Asia-Pasifik terjebak kemacetan selama 52 menit setiap hari dan menghabiskan 26 menit untuk mencari lahan parkir. Hal ini setara dengan 19 hari per tahun. Bahkan kondisi di Jakarta lebih buruk dimana pengemudi mobil membuang waktu rata-rata selama 90 menit setiap harinya karena kemacetan serta membutuhkan waktu 21 hingga 30 menit mencari parkir. Waktu ini setara dengan 22 hari per tahun. Akibatnya 72% responden di Asia yang disurvei mengaku melewatkan atau terlambat untuk sebuah acara penting. Sedangkan 74% responden di Jakarta juga melewatkan atau sangat terlambat menghadiri sebuah acara penting. Acara yang paling sering terlewatkan di Jakarta adalah pernikahan (53%), kontrol kesehatan dengan dokter (36%), wawancara kerja (27% di Jakarta), kedukaan (26% di Jakarta) dan konser musik (22%). John melanjutkan pemilik mobil menyatakan bahwa terdapat beberapa kerepotan memiliki mobil seperti 84% menyatakan terlalu banyak waktu terbuang karena terjebak macet, 60% kesulitan menemukan lahan parkir, dan 45% menilai terdapat beban finansial guna membayar biaya parkir yang tinggi. “Aplikasi Uber bisa membantu warga berbagi kendaraan dan menjadi bagian solusi kemacetan beserta lahan parkir. Lebih banyak orang diangkut dengan jumlah mobil yang lebih sedikit,” tambah John. John mengatakan terdapat perubahan kendaraan perilaku ketergantungan warga terhadap mobil. Dimana ketika warga memiliki pilihan alternatif yang terjangkau, aman, dan handal, maka masyarakat akan mempertimbangkan ulang untuk memiliki mobil pribadi. Menurut Survei Uber masyarakat Asia mulai mengurangi ketergantungan dan minat pada mobil pribadi. Terdapat empat dari sepuluh pemilik mobil di Asia dan 29% di Jakarta mempertimbangkan untuk berhenti mengemudi mobil.
Sedangkan 50% responden yang merupakan kaum milenial tidak tertarik memiliki mobil pribadi. Bahkan menurut John kini kaum milenial mulai menggunakan alternatif berbagi tumpangan (ridesharing). Tidak hanya itu 53% di Jakarta menganggap ridesharing sebagai alternatif nyata kepemilikan mobil pribadi. Uber pun mengatakan terdapat lima keuntungan utama dari berbagi tumpangan. Pertama, keterjangkauan biaya dibandingkan dengan pilihan lain yang tidak berbasis aplikasi. Kedua, tidak menghabiskan waktu untuk mencari parkir. Ketiga, fleksibilitas atau kemudahan penggunaan. Keempat, menghemat waktu serta. Kelima, lebih hemat dibandingkan memiliki sebuah mobil. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto