JAKARTA. Butuh waktu sekitar 50 tahun bagi Indonesia untuk membebaskan diri dari kondisi ketimpangan antara kebutuhan dan pasokan (backlog) rumah. Estimasi waktu ini dihitung berdasarkan kebutuhan eksisting dan kebutuhan baru seiring pertumbuhan jumlah penduduk. Direktur Eksekutif Pusat Studi Properti Indonesia (PSPI), Panangian Simanungkalit, menjelaskan, menurut data Bank Dunia pertumbuhan penduduk Indonesia sebesar 1.49 persen per tahun. Dengan demikian, jumlah penduduk Indonesia tahun 2014 sebanyak lebih kurang 250 juta jiwa. Sementara backlog saat ini 15 juta unit dan kebutuhan yang harus terpenuhi 825.000 unit per tahun. "Jika dibagi per kepala keluarga, maka akan ada pertambahan kebutuhan rumah baru sebesar 300.000 per tahun. Dengan demikian total kebutuhan rumah menjadi sebanyak 1,125 juta unit per tahun. Dan itu hanya bisa diselesaikan dalam waktu 50 tahun," papar Panangian kepada Kompas.com, Jumat (5/12). Pemerintah, tutur dia, harus mampu menyuplai rumah sebanyak 1,125 juta unit per tahun. Bagaimana caranya? Panangian mengusulkan Pemerintah untuk membentuk Badan Otoritas Khusus Perumahan yang bertugas menyediakan dan memastikan rumah, terutama untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) terbangun. "Di Singapura, badan ini bernama Housing Development Board (HDB). Mereka sanggup menyediakan 90 persen kebutuhan rumah. Di Hongkong, 90 persen kebutuhan rumah juga disuplau pemerintah. Tiongkok lebih lagi, negara ini sanggup menyuplai 92 persen kebutuhan rumah. Indonesia? Pemerintah melalui Perum Perumnas hanya sanggup menyediakan 90.000 unit rumah per tahun yang artinya hanya 1 persen dari total kebutuhan," tandas Panangian. Selain membentuk Badan Khusus Perumahan, tambah dia, Pemerintah juga harus menguasai lahan murah dan mengendalikan tata ruang dan tata guna lahan agar sesuai pemanfaatannya. Sehingga harga lahan dapat dikontrol dengan baik. (Hilda B Alexander) Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Butuh 50 tahun Indonesia bebas 'backlog' rumah
JAKARTA. Butuh waktu sekitar 50 tahun bagi Indonesia untuk membebaskan diri dari kondisi ketimpangan antara kebutuhan dan pasokan (backlog) rumah. Estimasi waktu ini dihitung berdasarkan kebutuhan eksisting dan kebutuhan baru seiring pertumbuhan jumlah penduduk. Direktur Eksekutif Pusat Studi Properti Indonesia (PSPI), Panangian Simanungkalit, menjelaskan, menurut data Bank Dunia pertumbuhan penduduk Indonesia sebesar 1.49 persen per tahun. Dengan demikian, jumlah penduduk Indonesia tahun 2014 sebanyak lebih kurang 250 juta jiwa. Sementara backlog saat ini 15 juta unit dan kebutuhan yang harus terpenuhi 825.000 unit per tahun. "Jika dibagi per kepala keluarga, maka akan ada pertambahan kebutuhan rumah baru sebesar 300.000 per tahun. Dengan demikian total kebutuhan rumah menjadi sebanyak 1,125 juta unit per tahun. Dan itu hanya bisa diselesaikan dalam waktu 50 tahun," papar Panangian kepada Kompas.com, Jumat (5/12). Pemerintah, tutur dia, harus mampu menyuplai rumah sebanyak 1,125 juta unit per tahun. Bagaimana caranya? Panangian mengusulkan Pemerintah untuk membentuk Badan Otoritas Khusus Perumahan yang bertugas menyediakan dan memastikan rumah, terutama untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) terbangun. "Di Singapura, badan ini bernama Housing Development Board (HDB). Mereka sanggup menyediakan 90 persen kebutuhan rumah. Di Hongkong, 90 persen kebutuhan rumah juga disuplau pemerintah. Tiongkok lebih lagi, negara ini sanggup menyuplai 92 persen kebutuhan rumah. Indonesia? Pemerintah melalui Perum Perumnas hanya sanggup menyediakan 90.000 unit rumah per tahun yang artinya hanya 1 persen dari total kebutuhan," tandas Panangian. Selain membentuk Badan Khusus Perumahan, tambah dia, Pemerintah juga harus menguasai lahan murah dan mengendalikan tata ruang dan tata guna lahan agar sesuai pemanfaatannya. Sehingga harga lahan dapat dikontrol dengan baik. (Hilda B Alexander) Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News