KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memaparkan pendanaan untuk pemensiunan dini pembangkit bertenaga batubara (PLTU) bisa berasal dari beberapa sumber yakni dari lembaga internasional, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), dan sedang didorong ke bank komersial atau lembaga keuangan yang dimiliki swasta. Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Kementerian ESDM Andriah Feby Misna menyatakan saat ini pihaknya sedang melakukan kajian mengenai pemensiunan dini PLTU. Menurutnya, banyak hal yang harus dilihat untuk memensiunkan pembangkit batubara, bukan hanya sekadar dipensiunkan saja tetapi bagaimana memastikan manfaat dari program tersebut.
Baca Juga: Simak, Ini Beberapa Strategi untuk Pensiunkan PLTU “Dilihat berapa emisi yang bisa diturunkan, investasi yang dibutuhkan untuk mendukung pengganti, masalah tenaga kerja. Banyak hal yang harus dipertimbangkan secara komprehensif, sekarang masih dalam diskusi dan kajian,” jelasnya saat ditemui di Thamrin Nine, Kamis (13/10). Andriah mengungkapkan, investasi yang dibutuhkan untuk memensiunkan PLTU sangat besar. Dia menjelaskan, dalam menghentikan operasi dini pembangkit harus diperhitungkan untung ruginya, semisal umur suatu PLTU 30 tahun, tetapi harus pensiun saat berumur 15 tahun, tentu ada biaya yang ditanggung untuk mengisi sisa 15 tahun yang ada. Jikalau harus digantikan dengan energi terbarukan, investasi ini juga harus masuk dalam perhitungan. Terkait sumber pendanaan, Andriah mengemukakan, saat ini Indonesia tengah berdiskusi dengan lembaga-lembaga internasional seperti Asian Development Bank (ADB) dan World Bank. “Tetapi mereka kan memastikan mekanismenya seperti apa, pengelolaan bagaimana, dan yang akan dipensiunkan di mana saja,” terangnya. Nantinya sistem pembiayaan dari lembaga internasional ini bisa berbentuk hibah maupun pinjaman. “Skema macam-macam nanti ada hibah dan pinjaman, yang besar kan pinjamannya dan grant tidak terlalu. Pinjamannya nanti bunga akan rendah sekali,” ujarnya. Selain dari lembaga internasional, pendanaan pemensiunan PLTU bisa juga dari APBN. Namun menurut Andriah, sumber dana dari kas negara akan diminimalkan. “APBN untuk dukung ini kan perlu dana yang sangat besar jadi diharapkan untuk yang
early retirement support dari negara luar. kalo dari APBN terlalu berat karena saat ini kita tahu sendiri memang butuh dana,” ujarnya. Di sisi lain, dia bilang, saat ini pihaknya juga sedang mendorong perbankan dalam negeri untuk masuk mendanai pemensiunan PLTU.
Baca Juga: Dukung Pemensiunan PLTU Batubara, PLN Lakukan Banyak Kajian Berdasarkan hasil kajian yang dilaksanakan Institute for Essential Services Reform (IESR) dengan University of Maryland (UMD) menemukan bahwa dalam waktu dekat atau 2022-2023 terdapat 12 PLTU yang terdiri dari 30 unit dengan total 4,5 GW yang dapat dipensiunkan dini. Raditya Yudha Wiranegara, Senior Researcher IESR menjelaskan terdapat 12 PLTU yang diidentifikasi sebagai
low hanging fruits (LHF) karena secara teknis, ekonomi, dan dampak lingkungan sangat buruk. “Jadi semestinya sudah bisa dipensiunkan segera,” jelasnya dalam acara Indonesia Sustainable Energy Week 2022, Selasa (11/10). Dari hasil kajian tersebut, biaya pensiun diperkirakan mencapai US$ 4,6 miliar hingga 2030 dan US$ 27,5 miliar hingga 2050. Sekitar dua pertiga dari biaya terkait dengan pembangkit IPP dan sepertiga dengan pembangkit PLN. Biaya dimuka yang besar untuk pensiun memerlukan dukungan internasional yang substansial, meskipun manfaat yang lebih besar diperoleh dalam jangka panjang. Selain memaparkan mengenai biaya pensiun pihaknya juga menganalisis biaya yang diperlukan untuk mengganti pembangkit-pembangkit yang dipensiunkan dengan energi terbarukan terutama tenaga surya.
Untuk memenuhi permintaan yang meningkat, investasi yang diperlukan untuk meningkatkan energi terbarukan dan transmisi mencapai US$ 1,2 triliun hingga 2050. Adapun bantuan pendanaan dari internasional dapat membantu mengisi kesenjangan tersebut. Kajian ini juga menganalisis
cost and benefit dari pemensiunan dini PLTU. Hasilnya, benefit yang bisa diraih dari skenario pensiun PLTU yang lebih cepat ini sekitar 2 kali sampai 4 kali lebih besar dari cost yang dikeluarkan untuk memensiunkan PLTU tersebut. “Hasil yang didapatkan lainnya, selain
avoided health cost itu kita mendapati bahwa percepatan pemensiunan PLTU bisa menghindarkan kematian. Jika ditotal kematian yang terhindarkan 168.000 jiwa sampai 2050. Total penghematan biaya kesehatan yang bisa didapat US$ 60 miliar hingga 2050,” terangnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi