KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) membutuhkan investasi sekitar Rp 72,4 triliun per tahun untuk pembangunan infrastruktur kelistrikan selama kurun 2021-2030. Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro mengungkapkan, besaran kebutuhan investasi tersebut tidak mudah dipenuhi mengingat kondisi keuangan PLN saat ini. Jika merujuk dokumen Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 maka opsi pendanaan berasal dari beberapa sumber antara lain dana internal, pinjaman dan Penyertaan Modal Negara (PMN).
Sumber pendanaan internal bakal ditopang dari laba usaha dan penyusutan aktiva tetap. Sementara dana pinjaman dapat berupa pinjaman luar negeri, pinjaman pemerintah melalui rekening dana investasi, obligasi nasional maupun internasional, pinjaman komersial perbankan lainnya serta hibah luar negeri. "Laba bersih yang dibukukan PLN pada 2020 hanya sekitar Rp 6 triliun, kalau mengandalkan dari laba ditahan saya kira berat," ungkap Komaidi kepada Kontan, Minggu (10/10). Komaidi menambahkan, opsi pendanaan dengan menambah utang juga beresiko mengingat jumlah utang PLN saat ini yang sudah mencapai kisaran Rp 600 triliun. Penambahan investasi dengan skema utang dinilai justru bakal kian memperberat kinerja PLN.
Baca Juga: Dorong kelistrikan 10 tahun ke depan, PLN butuh investasi Rp 72,4 triliun per tahun Untuk itu, Komaidi menyarankan agar pemerintah mengambil peran lewat penyertaan modal negara (PMN). Disaat bersamaan, PLN perlu memperbaiki kinerja keuangan perseroan. Dengan demikian, dikemudian hari ada potensi alokasi investasi yang bersumber dari laba yang ditahan. "Saya kira solusi saat ini adalah menambah PMN. Untuk menambah utang meskipun masih ada peluang saya kira sebaiknya tidak ditambah lagi," imbuh Komaidi. Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengungkapkan dengan kondisi
capital expenditure (capex) yang terbatas maka ada sejumlah opsi yang dapat dilakukan PLN untuk memenuhi kebutuhan investasi.
Dalam memenuhi kebutuhan investasi untuk ketenagalistrikan maka perlu ada peningkatan peran
Independent Power Producer (IPP) yang membawa 100% pendanaan. Selain itu, PLN juga dapat mencari
equity partner untuk bermitra dengan anak usaha. Fabby melanjutkan, upaya pemenuhan investasi juga dapat dilakukan lewat peran pemerintah. "Dukungan pendanaan dari pemerintah dalam bentuk PMN dan menggunakan skema pensiun dini PLTU milik anak perusahaan PLN dan menggunakan dananya untuk investasi di pembangkit ET," kata Fabby kepada Kontan, Minggu (10/10). Fabby menambahkan, pada kondisi saat ini maka anak usaha PLN seperti PT Indonesia Power dan PT Pembangkitan Jawa-Bali perlu didorong untuk menambah aset pembangkit Energi Terbarukan (ET). Ini sebagai upaya untuk mengantisipasi penurunan aset pembangkit fosil yang direncanakan pensiun dini ataupun pembangkit yang usia ekonomisnya sudah tercapai.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .