KONTAN.CO.ID - Seseorang yang terinfeksi Mpox tetap membutuhkan pengobatan. Beberapa orang yang terkonfirmasi positif Mpox mungkin saja bergejala ringan, sementara mereka yang berisiko tinggi seperti orang-orang dengan penyakit kekebalan tubuh dapat mengalami gejala lebih berat sehingga memerlukan perawatan di fasilitas kesehatan. Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI dr. Mohammad Syahril, Sp.P, MPH menjelaskan, pengobatan untuk seseorang yang terinfeksi virus Mpox (MPXV) difokuskan untuk meredakan gejala yang dialami. Pernyataan ini sekaligus merespons narasi di media sosial yang menyebut bahwa kalau terkena Mpox, tidak membutuhkan obat apapun karena tidak ada obat untuk virus tersebut. Narasi tersebut juga menganjurkan orang yang terkonfirmasi positif Mpox hanya perlu tidur dan memperbanyak konsumsi protein hewani.
“Kalau seseorang konsumsi makannya baik, istirahat cukup, dan olahraga teratur, tentu penyakit bisa dicegah. Ini konsep sehat secara umum. Sedangkan, penyakit Mpox memang karena virus dan masa inkubasinya 21 hari,” jelas Syahril di Jakarta, ditulis Kamis (12/9). “Kalau dia melewati masa inkubasi, ruam atau lesi akan kering, mengelupas, dan menjadi kulit baru. Akan tetapi, pada saat perjalanan inkubasinya, seseorang bisa mengalami demam tinggi, sakit kepala. Inilah yang ditangani dengan menggunakan obat simptomatik.” Obat simptomatik adalah jenis obat yang digunakan untuk meredakan gejala umum pada suatu penyakit. Pada penyakit Mpox, gejala meliputi demam, sakit kepala hebat, nyeri otot, sakit punggung, lemas, pembengkakan kelenjar getah bening (di leher, ketiak atau selangkangan), dan ruam atau lesi kulit. Ruam ini biasanya muncul dalam satu hingga tiga hari sejak demam. Ruam atau lesi pada kulit ini berkembang dari bintik merah seperti cacar, kemudian lepuh berisi cairan bening, lepuh berisi nanah, lalu mengeras atau keropeng, dan akhirnya mengelupas. Selain obat simptomatik, pengobatan Mpox dapat melibatkan penggunaan antivirus. Berdasarkan “Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Mpox (Monkeypox)” yang diterbitkan Kemenkes pada 2023, antivirus yang dikembangkan dan disetujui Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk penanganan Mpox, yaitu tecovirimat, cidofovir, dan brincidofovir. Pemberian antivirus dilakukan setelah pasien berkonsultasi dengan dokter atau tenaga kesehatan. Hal ini mempertimbangkan kondisi pasien dan gejala yang dialami. “Kemudian, apa perlu obat yang lain? Itu tergantung gejala simptomatis yang dialami. Antivirus sudah tersedia. Kalau tidak ada, obat simptomatik dapat diberikan untuk memperbaiki keadaan pasien, jangan sampai menurun (kondisinya),” terang Syahril. “Tetapi, yang paling penting, jangan diam saja (gejala tidak segera diobati). Kalau sakit kepala yang berat dan tidak kuat bisa membahayakan juga.” Konsultasi ke Fasilitas Kesehatan Lebih lanjut, Mohammad Syahril menyarankan agar seseorang yang mengalami gejala Mpox segera berkonsultasi ke fasilitas kesehatan. Tujuan utama dari pemeriksaan ini untuk memastikan apakah gejala yang muncul disebabkan oleh Mpox atau penyakit lain. Sebab, seseorang yang menunjukkan gejala Mpox belum tentu terkonfirmasi positif. Jika seseorang dinyatakan positif, dokter atau tenaga kesehatan dapat secepatnya melakukan perawatan yang sesuai dengan kondisi pasien. “Ke fasilitas kesehatan itu tujuannya yang pertama adalah untuk memastikan, apakah gejala yang dialami Mpox atau bukan. Kalau bergejala, belum tentu Mpox,” kata Syahril. “Kedua, untuk melakukan isolasi. Kalau pasien nantinya positif Mpox, harus isolasi dengan benar.” Mengenai upaya deteksi dan penatalaksanaan kasus Mpox, Kemenkes telah menyatakan, jika seseorang mengalami ruam yang disertai demam atau sakit, orang tersebut harus segera menghubungi fasilitas pelayanan kesehatan setempat dan memberikan informasi yang dibutuhkan. Selanjutnya, jika seseorang memenuhi kriteria suspek, probable, dan terkonfirmasi positif Mpox, orang tersebut harus segera isolasi diri hingga gejalanya hilang. Selama periode ini, pasien dapat menerima perawatan suportif untuk meringankan gejala yang dialami.
Tata laksana kasus Mpox di Indonesia ini sudah sejalan dengan panduan WHO, yakni jika seseorang mengalami gejala atau merasa tertular Mpox, orang tersebut dapat segera mencari pertolongan medis dan isolasi mandiri sambil menunggu waktu untuk pemeriksaan lanjutan. Jika hasilnya positif Mpox, pasien harus mengisolasi diri hingga semua ruam atau lesi pada kulit telah menjadi keropeng, keropeng terkelupas, dan lapisan kulit baru terbentuk. Upaya ini guna mencegah penularan virus Mpox kepada orang lain.
Baca Juga: WHO Beberkan 3 Jenis Vaksin yang Bisa Mencegah Mpox, Cek Daftarnya Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti