KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) membutuhkan tambahan pasokan listrik hingga 1 GW untuk memenuhi rencana ekspansi smelternya menjadi 900.000 ton per tahun. Penambahan kapasitas ini akan dikejar Inalum dalam beberapa tahun mendatang karena kebutuhan aluminium di Indonesia sangat besar.
Sebagai informasi, kebutuhan total aluminium di domestik saat ini mencapai 1,2 juta ton per tahun, sementara saat ini Inalum masih sebagai pemasok utama aluminium di Indonesia dengan kapasitasnya baru mencapai 250.000 ton per tahun.
Dalam agenda ekspansi Inalum, penambahan kapasitas produksi aluminium dari 250.000 ton per tahun menjadi 300.000 ton per tahun direncanakan lewat tambahan 50.000 ton per tahun dengan perincian 25.000 ton dari Proyek Pot Optimalisasi dan 25.000 ton dari Proyek Pot Upgrading yang saat ini sedang berjalan.
Selain meningkatkan fasilitas
existing, Inalum juga berencana meningkatkan kapasitas dengan penambahan 600.000 ton per tahun smelter baru di Kuala Tanjung, juga melanjutkan proyek
alumina refinery expansion (SGAR) fase 2 di Mempawah Kalimantan Barat.
Baca Juga: Intip Kinerja Grup MIND ID Dalam Mewujudkan Energi Transisi pada 2023 Direktur Pengembangan Usaha Inalum, Melati Sarnita menyatakan untuk peningkatan produksi dari hingga 900.000 ktpa dengan tambahan 600.000 ton per tahun, akan membutuhkan tambahan energi listrik hingga 1 GW. “Tentunya kami terus
melakukan penjajakan beberapa opsi kerja sama, tidak hanya dengan PLN tetapi juga dengan penyedia listrik lainnya, untuk memastikan pasokan energi yang stabil dan memadai,” ujarnya kepada
Kontan.co.id, Minggu (21/1).
Maka itu, Inalum terus berkoordinasi tidak hanya dengan PLN namun juga dengan regulator karena perlu kajian dan pertimbangan yang cukup matang terkait pasokan energi. Pihaknya juga masih melihat potensi sumber-sumber energi alternatif baru yang ramah lingkungan sesuai dengan visi Inalum.
Selain soal pasokan listrik, dia juga berharap bahwa harga listrik dari PLN maupun alternatif sumber energi lainnya dapat terpenuhi sesuai dengan nilai keekonomian smelter.
Baca Juga: Pionir Hilirisasi, Grup MIND ID PT Inalum Naikkan Produksi Aluminium Hingga 274 Ribu Sembari mencari, Inalum juga melakukan improvisasi dengan beberapa pihak dalam rangka mengadaptasi teknologi baru yang lebih efisien dalam konsumsi listrik. Upaya ini dilakukan agar bisa tetap meningkatkan hasil produksi dengan pasokan listrik yang ada.
Rencana peningkatan produksi hingga 900.000 ton per tahun ini merupakan program jangka panjang dan dilakukan secara bertahap. Maka itu, lanjut Melati, tim Inalum sedang bekerja untuk menentukan estimasi investasi yang dibutuhkan.
“Tentu hal ini mencakup analisis biaya, teknis, dan dampak lingkungan. Kami berkomitmen untuk melaksanakan ekspansi ini dengan cara yang paling efektif dan berkelanjutan,” tegas dia.
Baca Juga: Pasokan Listrik Inalum 96% dari Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Dalam catatan
Kontan.co.id, kebutuhan aluminium di dalam negeri memang melampaui kapasitas produksi domestik. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, Indonesia masih mengimpor ratusan ribu ton aluminium dan barang daripadanya per tahun, setidaknya di lima tahun terakhir. Nilai impornya tembus US$ 1 miliar saban tahun.
Secara terperinci, volume impor aluminium dan barang daripadanya di 5 tahun terakhir berdasarkan data BPS secara berturut-turut ialah sebesar 814.363,36 ton (atau senilai US$ 2,17 miliar) di 2018, sebesar 750.070,71 ton (US$ 1,89 miliar) di 2019, sebesar 606.730,26 ton (US$ 1,41 miliar) di 2020, sebesar 722.711,86 ton (US$ 2,08 miliar) di 2021, dan sebesar 713,821,98 ton (US$ 2,36 miliar) di 2022. Dus, Indonesia secara kumulatif telah mengimpor 3,60 juta ton aluminium dan barang daripadanya selama 2018-2023 dengan total nilai impor US$ 9,92 miliar selama 2018-2022. Barangkali, bukan tanpa alasan Indonesia masih mengimpor aluminium. Selain karena kebutuhan yang tinggi, ada pula persoalan keterbatasan kapasitas pengolahan di tingkat hulu. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati