KONTAN.CO.ID - YOGYAKARTA. PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) menegaskan komitmen dalam mencapai Net Zero Emission (NZE) dalam Forum Energy Transition Working Group-I G20 pada Kamis (24/3). Kebutuhan biaya dalam transisi energi ditaksir mencapai US$ 75 miliar. Untuk itu, PLN memastikan siap untuk membuka peluang kerja sama baik dari sisi investasi,
financial fund, maupun
sharing teknologi untuk mewujudkan semua rencana tersebut. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengungkapkan, transisi energi merupakan hal mutlak yang harus dilakukan untuk menghadirkan ruang hidup yang lebih baik bagi generasi mendatang.
"Visi kita ke depan bukan hanya menghadirkan listrik yang andal bagi masyarakat, tapi juga menyalurkan energi hijau yang ramah lingkungan. Kita harus mewariskan kepada generasi mendatang ruang hidup yang sehat dan hijau," kata Darmawan dalam pertemuan Energy Transition Working Group (ETWG) 1 di Yogyakarta pada 24 Maret 2022. Darmawan menjelaskan, PLN telah memetakan seluruh peluang yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung pencapaian NZE 2060. Salah satunya adalah pengembangan pembangkit EBT sesuai dengan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030.
Baca Juga: Dukung KTT G20, Sky Energy (JSKY) akan Pasang PLTS di Hotel Bintang 5 di Bali Dalam RUPTL Hijau ini, porsi pembangkit listrik berbasis EBT pada 2030 ditargetkan mencapai 29 gigawatt (GW). Untuk mencapai target tersebut, PLN bakal menambah pembangkit EBT baru hingga 20,9 GW. Khususnya, PLN juga akan mensupport industri di Kawasan Industri Hijau melalui pembangkit EBT. “Pada 2021, kami sudah membangun pembangkit EBT sebesar 623 megawatt (MW) yang mayoritas adalah pembangkit listrik tenaga air (PLTA),” ujar Darmawan. Menurut Darmawan, tahun ini PLN akan menambah kapasitas terpasang pembangkit EBT sebesar 228 MW. Ia merinci, akan ada PLTP yang beroperasi sebesar 45 MW. Sedangkan PLTA dan PLTM akan bertambah 178 MW dan pembangkit listrik tenaga bioenergi sebesar 5 MW. Tak hanya menggencarkan pembangunan pembangkit EBT, PLN juga secara paralel menjalankan skenario mempensiunkan lebih awal (
early retirement) pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) secara bertahap hingga 2056 mendatang. Tahap pertama, hingga 2030, PLN akan mengurangi 5,5 GW PLTU. Pada tahap kedua, PLN akan mempensiunkan PLTU subcritical sebesar 10 GW pada 2040. Sedangkan pada 2050, PLN mengakhiri PLTU subcritical sebesar 18 GW dan supercritical 7 GW. "Tahap terakhir pada tahun 2055, PLTU ultra-supercritical 10 GW dipensiunkan," ujar Darmawan. Ia menegaskan, PLN mengganti PLTU dengan pembangkit EBT. “Angka ini akan berkontribusi pada pengurangan emisi total sebesar 53 juta ton CO?,” ungkap Darmawan. Pengurangan emisi karbon tidak bisa menunggu seluruh PLTU pensiun. Maka, PLN dalam operasional PLTU juga menerapkan teknologi ramah lingkungan. PLN, misalnya, menggunakan teknologi ultra-supercritical dan co-firing pada PLTU yang saat ini masih beroperasi.
Baca Juga: Pengembangan EBT Butuh US$ 500 Miliar, Ini Kata PLN Program co-firing ini merupakan upaya percepatan pencapaian target bauran energi EBT 23 persen tanpa harus membangun pembangkit baru dengan melakukan substitusi sebagian kebutuhan batu bara dengan biomassa di 52 PLTU. Program co-firing menjadi salah satu langkah awal untuk pengurangan emisi. Hingga Februari 2022, program co-firing telah diterapkan di 28 PLTU dengan total energi hijau yang dihasilkan mencapai 96.061 MWh.
“Kami juga menjalankan program dedieselisasi melalui konversi pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) di daerah remote dengan pembangkit listrik berbasis EBT melalui skema hybrid,” kata Darmawan. Program lain yang disiapkan PLN untuk mendukung transisi energi yaitu ekspansi gas, pengembangan teknologi penyimpanan listrik dalam bentuk baterai berukuran besar, hingga teknologi penangkapan karbon dan hidrogen. PLN juga terus meningkatkan efisiensi energi dan menekan susut jaringan. “Kami juga gencar mengkampanyekan
electrifying lifestyle dengan mengajak masyarakat beralih ke peralatan berbasis listrik seperti kompor induksi hingga kendaraan listrik,” pungkas Darmawan. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .