Buyer TPT Asing Minta Renegosiasi Harga



BANDUNG. Krisis Amerika telah membuat produsen tekstil dan produk tekstil mengalihkan barang jualannya ke Timur Tengah, termasuk China dan Indonesia. Membanjirnya produk tersebut di Timur Tengah membuat kelebihan pasokan. Imbasnya, buyer asal Timur Tengah meminta penurunan harga. Seperti biasa, saat permintaan stabil namun kelebihan pasokan pastinya menyebabkan persaingan harga. Dus, penurunan harga. Permintaan penurunan harga ini terjadi sejak Oktober 2008. "Para buyer asal Timur Tengah meminta harga turun sebesar 10% hingga 20%," kata Eddy Soekwanto, Presiden Direktur PT Firman Jaya Dua Saudara, perusahaan tekstil asal Bandung. Sayangnya, Eddy tidak bisa mempertahankan harganya lantaran takut merugi dan membuat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dengan karyawannya. Saat Eddy berencana mengalihkan pasokan ekspornya ke Indonesia, ternyata konsumsi dalam negeri juga anjlok sebesar 25%. "Mau apa lagi selain menuruti permintaan buyer," tegasnya. Padahal, pelemahan rupiah masih menjadi masalah buat seluruh industri. Sebabnya, biaya impor bahan baku akan terus melesat. Menurut Firman, pelemahan rupiah menaikkan harga bahan bakunya sebesar 10%-15%.Asal tahu saja, PT Firman Jaya memasarkan produknya sebesar 50% ke pasar ekspor, sedangkan sisanya ke pasar domestik. Direktur PT Daliatex Kusuma Textile Industry Anton Wiratama juga mengatakan hal senada. Menurutnya, buyer asing, seperti Eropa dan Timur Tengah meminta penurunan harga akibat membanjirnya produk asal China di kedua negara tersebut. "Memang ada permintaan penurunan, namun masih dalam negosiasi," tuturnya. Nah, akibat pelemahan daya beli baik pasar ekspor maupun dalam negeri ini membuat kapasitas produksinya sudah terpangkas sebesar 30%. Ini terbukti dari sekitar dua mesin pemintalan benangnya sudah tidak berproduksi. "Namun, kita akan menjaga agar tidak sampai terjadi PHK," imbuhnya. Suwadi Bing Andi, Direktur PT Panasia Indosyntec juga menegaskan jika ada buyer asing meminta penurunan harga. Namun, buyer tetap PT Panasia asal Timteng tetap meminta produksinya lantaran kualitas pakaiannya sangat bagus. "Perusahaan mampu membuat kain yang hitamnya sangat pekat, dan buyer Timteng sangat suka," paparnya. Saat para buyer ini meminta penurunan harga untuk tiga bulan menjelang tutup tahun. Ternyata, buyer tersebut belum memberikan kepastian tentang order untuk tahun mendatang. Hingga saat ini, perusahaan masih menanti order tersebut agar dapat segera membeli bahan baku. "Hingga kini belum ada kepastian order, padahal biasanya sudah ada kepastian," ungkap Eddy. Suwandi juga mengiyakan tentang belum adanya kepastian order tahun mendatang. "Kita masih belum tahu, saya harap buyer segera memberikan kepastian," katanya singkat. 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: