BYAN Kian Lengket di Bisnis Briket



JAKARTA. PT Bayan Resources Tbk (BYAN) makin serius menggarap bisnis briket batubara. Selesai membangun satu pabrik briket batubara Juli 2009, kini BYAN berniat membangun pabrik briket lagi di Tabang, Kalimantan Timur.Sejauh ini BYAN belum menetapkan target jumlah pabrik baru. "Kalau bisa, sih, empat pabrik lagi," tutur Jenny Quantero, Sekretaris Perusahaan BYAN, pekan lalu.

Penambang batubara ini akan mencari utang US$ 150 juta guna mendanai proyek pabrik briket. BYAN telah menunjuk Standard Chartered Bank sebagai penasehat finansialnya. BYAN berharap bisa memperoleh utang paling lambat kuartal pertama 2010.Nuvrial Prakarsa, Analis Bhakti Securities menilai, rencana BYAN itu merupakan langkah jitu. Sebab mulai tahun depan, permintaan briket batubara akan meningkat seiring pemulihan ekonomi serta kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).Maklum, briket akan menjadi sumber energi yang murah dan terjangkau kantong konsumen. "Sebab sebagian besar konsumen briket batubara adalah kalangan rumah tangga," kata Nuvrial, kemarin.Pasar briket masih cerah

Analis Bhakti Securities ini melihat Eropa sebagai pasar paling potensial briket batubara. Belum lagi permintaan briket dari Jepang, Taiwan, dan Korea Selatan juga masih tinggi. Bagi BYAN, produksi briket juga bisa menjadi jalan untuk menaikkan harga jual batubara berkalori rendah. Lewat produk briket, BYAN bisa menaikkan kadar kalori batubaranya, sehingga memiliki nilai jual tinggi.


Catatan saja, batubara mentah dari areal pertambangan BYAN berkalori 4.000 kilo kalori per kilogram (kkal/kg). Kini, BYAN bisa memproduksi satu juta ton briket batubara berkalori 6.000 kkal/kg per tahun di satu pabrik briket yang mulai beroperasi Juli lalu.

Nuvrial memperkirakan, kontribusi penjualan briket bagi pendapatan BYAN cukup signifikan. "Saya perkirakan akan memberi kontribusi 10%-20% bagi pendapatan BYAN tahun ini," paparnya.

Tapi, menurut Katherine Hermawan, Analis Bahana Securities, BYAN belum bisa menikmati berkah penjualan briket tahun ini. Harga jual briket tidak pasti akibat ketiadaan pasar spot briket batubara. Lagi pula tahun ini penjualan briket belum optimal karena permintaan masih minim. "Tapi, ke depan pangsa pasar briket sangat bagus," ujarnya.

Tahun ini, kata Katherine, pendapatan BYAN masih akan bertumpu pada penjualan batubara mentah. Dia memperkirakan penjualan induk PT Gunung Bayan Pratama ini mencapai 10 juta-11 juta ton.

Sampai semester pertama 2009 BYAN sudah menjual 5,6 juta ton batubara, dengan harga rata-rata US$ 60,8 per ton. "Tapi rata-rata harga jual batubara BYAN tahun ini turun 18,8% menjadi US$ 59,9 per ton," kata Katherine.

Sebagai pembanding, tahun lalu BYAN menjual 6,7 juta ton dengan rata-rata harga jual US$ 73,8 per ton. Sementara target manajemen BYAN, penjualan tahun ini mencapai 10 juta ton, yakni 9,5 juta ton dari produksi BYAN dan sisanya dari pihak ketiga.

Kini BYAN sudah meraih kontrak pembelian dari Italia, Jepang, Korea, Taiwan, Malaysia dan India. Hitungan Katherine, tahun ini pendapatan BYAN naik 38% menjadi Rp 6,73 triliun. Laba bersihnya pun bisa melejit dari Rp 20,7 miliar tahun lalu menjadi Rp 401 miliar.

Meski begitu, Katherine merekomendasikan jual saham BYAN lantaran sudah kemahalan. Hitungan Katherine, harga pasar wajar saham BYAN adalah Rp 4.850 per saham. Kemarin (24/9), harga saham BYAN berakhir di posisi Rp 5.600 per saham.

Perkiraan Nuvrial, tahun ini pendapatan BYAN akan naik 23% menjadi Rp 6 triliun dan laba bersihnya Rp 350 miliar. Sisi positif lain, biaya produksi BYAN makin efisien berkat penurunan harga minyak.

Kalkulasi Nuvrial, BYAN mengeluarkan ongkos US$ 50-US$ 55 per ton batubara. "Tahun lalu, biaya produksinya mencapai US$ 67 per ton," katanya. Karenanya, ia masih merekomendasikan beli saham ini dengan target harga Rp 6.000 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dikky Setiawan