Cabai pun akan dikeluarkan dari inflatoar



JAKARTA. Ternyata mudah sekali untuk mengendalikan angka inflasi di Indonesia. Harga cabai yang melonjak gila-gila dalam sebulan terakhir dan membuat inflasi meroket akan segera dikeluarkan dalam salah satu faktor penyumbang inflasi.

Menurut Wakil Menteri Keuangan Anny Ratnawati, Badan Pusat Statistik (BPS) berjanji akan menghapus harga cabai dari salah satu faktor penyumbang inflasi (inflatoar). Dengan dikeluarkannya faktor cabai tersebut, tren kenaikan inflasi seperti saat ini diharapkan bisa berubah.

"BPS berjanji untuk mereview kembali. Bundle of commodity kan selalu direview, konsistensinya terus direview juga, memang layak enggak sih," ujar Anny Ratnawati saat di temui di kantornya Jakarta,Jumat (7/1).


Anny juga mengungkapkan bundle of commodity harus bisa menangkap arah inflasi."Inflasi itu dampaknya banyak untuk kesejahteraan. Jadi memang bundle of commodity-nya harus menangkap itu," tambahnya.

Wamankeu itu menjelaskan metode yang digunakan untuk perhitungan inflasi beragam karenanya pemilihan metode tersebut oleh BPS dinilai harus diperhatikan juga. Menurut Anny jika nantinya metode tersebut dijalankan, maka bisa membalikkan tanda dan mengubah tren. Dengan demikian maka perhitungan yang ada dinilai menjadi tidak cukup valid.

"Statistik itu kan kalau ada outlyer, data bisa tiba-tiba naik atau tiba-tiba turun, kalau kami me-run model, itu bisa membalikkan sign, bisa mengubah tren, perhitungan menjadi tak cukup valid untuk," katanya.

Lebih lanjut Anny menyatakan tingginya tingkat inflasi disebabkan oleh persoalan harga seluruh komoditas, namun hanya cabai yang menjadi salah satu pemicunya. "Bukan persoalan cabai, tapi persoalan semua komoditas. Triggernya cabai. Kan di sana ada beberapa jenis cabai yang masuk. Ada cabai merah ada cabai rawit atau apa. Padi masuk beras masuk. Jadi supaya mereka melihat kembali lah," tandasnya.

Di sisi lain Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan harga cabai tetap akan dimasukkan sebagai salah satu inflatoar dalam perhitungannya. Tapi untuk bobot cabai sebagai inflatoar kemungkinan tidak sebesar sekarang dan lebih fleksibel karena apabila harganya naik maka tingkat konsumsinya di rumah tangga juga berkurang.

“Enggak, enggak. Mungkin bobotnya dikurangi karena suplainya gak ada masa bobotnya segitu. Selama ini juga begitu. Dalam perhitungan selalu kalau harga tinggi sudah pasti perhitungan komoditas apa pun selalu volumenya berkurang.” ujar Kepala BPS Rusman Heryawan.

Rusman juga menjelaskan apabila faktor harga cabai dihilangkan sebagai inflatoar, maka akan memengaruhi komponen perhitungan keseluruhan, sehingga tidak bisa menggambarkan inflasi secara utuh.

Selain itu, Rusman juga mengklaim pihaknya telah mengadakan survei konsumsi komoditas pangan secara periodik untuk memastikan keakuratan datanya.

“Kalau cabai dihilangkan, nanti giliran bawang merah naik itu gimana? Nanti dihilangkan juga. Lalu Inflasi menggambarkan apa? Di update juga bukan berati pakai exercise tapi pakai survei. Nah bulan Desember kemarin kami sudah survei dan kenyataannya memang rumah tangga mengurangi konsumsinya,” katanya.

Menurut Rusman, BPS akan menggunakan metode last payers, yakni menghitung inflasi dengan menggunakan bobot yang sama. Sebagai contoh apabila harga cabai murah dan suplai banyak tentu konsumsinya naik. “Kami akan lakukan survei yang update situasi dari perubahan volume ini,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Djumyati P.