KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Cadangan beras pemerintah (CBP) yang dihimpun Perum Bulog menumpuk. Total CBP yang ara di gudang Bulog mencapai 2,1 juta ton. Padahal berdasarkan aturan yang ada, Bulog hanya menjaga CBP sebanyak 1 juta ton hingga 1,5 juta ton. Penumpukan CBP memenuhi gudang penyimpanan milik Bulog. Meski menumpuk, Bulog tidak dapat menjual beras tersebut karena terbentur aturan yang ada. "Tidak bisa dijual ke pasaran umum secara komersial dan hanya boleh untuk stabilisasi harga dan bencana alam sesuai Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 01 tahun 2017," ujar Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Bulog Tri Wahyudi Saleh saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (3/11).
Beras tersebut sudah ada di gudang Bulog sejak tahun 2018 lalu. Hal itu diyakini telah memasuki usia maksimal penyimpanan beras selama 24 bulan. Tri khawatir beras yang ada di gudang Bulog tersebut telah mengalami penurunan mutu. Bahkan bukan tidak mungkin beras tersebut akan rusak. Baca Juga: Waspadai kenaikan harga pangan, Airlangga akan pantau inflasi sampai akhir tahun Kesulitan Bulog menyalurkan CBP ditambah dengan pengalihan program beras sejahtera (rastra) ke Bantuan Pangan Non Tunai (BNPT). Program tersebut resmi menggantikan rastra sejak September 2019 lalu. Sementara rencana pemerintah menjadikan Bulog pemasok BPNT belum berjalan maksimal. Hal itu dikarenakan berdasarkan aturan yang ada, pemasok BPNT menggunakan skema pasar terbuka. "Realisasi beras Bulog yang dipakai dalam program BPNT baru 6% sampai 7% dari total kebutuhan," terang Tri. Bulog masih mengeluarkan CBP untuk program Ketersediaan Pasokan dan Stabilisasi Harga (KPSH). Namun jumlahnya kecil masih di bawah 100.000 ton. Baca Juga: Rem pengadaan, realisasi serapan beras Bulog hingga Oktober baru 1,1 juta ton Asal tahu saja, penumpukan beras juga berdampak pada keuangan Bulog. Pinjaman dengan bunga komersil untuk penyerapan beras CBP membuat utang Bulog membengkak. Tri bilang, penggantian pembelian CBP baru dapat terealisasi setelah beras dijual. Setelah dijual, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) akan menghitung selisih harga jual dan harga beli untuk diganti. Proses audit pun diungkapkan Tri memakan waktu yang tidak sebentar. Untuk audit penggantian selisih harga tersebut butuh waktu hingga 2 bulan. "Dampaknya Bulog setiap bulan wajib bayar kewajiban pinjaman kredit ke bank dan bunganya," jelas Tri.