Cadangan devisa berkurang, rupiah tetap loyo



JAKARTA. Menjaga nilai tukar rupiah bukan sebuah misi yang murah. Intervensi pasar yang dilakukan Bank Indonesia demi membentengi rupiah di pasar menguras cadangan devisa.

Per akhir Juli 2015, cadangan devisa Indonesia sebesar US$ 107,6 miliar, turun US$ 400 juta dari posisi per Juni 2015. Namun intervensi BI belum mampu mengangkat nilai tukar rupiah.

Kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) menunjukkan kurs rupiah terhadap dollar AS terus melemah hingga menembus Rp 13.536 per dollar AS pada Jumat (7/8). Sedang di pasar spot rupiah ke level 13.541 per dollar AS.


Sepekan terakhir, rupiah turun sekitar 0,4%. Sementara sejak awal tahun, rupiah sudah turun sekitar 9%. Pergerakan rupiah yang terus melemah, berbanding lurus dengan cadangan devisa yang mengempis.

Sepanjang Januari-Juli 2015, devisa yang tergerus lebih dari US$ 6,7 miliar. Per Januari 2015 cadangan devisa Indonesia senilai US$ 114,3 miliar.

Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan, di saat pasar keuangan yang bergejolak, BI sebagai otoritas moneter harus menjaga stabilitas rupiah. Ini berarti BI hadir di pasar memberikan pasokan dollar. "Posisi cadangan devisa kita masih sangat baik," ujarnya, Jumat (7/8).

Menurut Mirza, devisa yang ada saat ini masih cukup untuk membiayai 7 bulan impor atau 6,8 bulan impor plus pembayaran utang luar negeri pemerintah. Cadangan devisa terangkat oleh penerbitan Surat Utang Negara (SUN) dalam denominasi Euro sebesar € 1,25 miliar.

BI menilai pelemahan rupiah masih terkendali. Sebab, mata uang Eropa terdepresiasi sekitar 10% dan dollar Australia sekitar 11%. "Yang lain juga melemah," ujar dia.

Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih menilai, tujuan intervensi adalah stabilisasi rupiah dan penurunan cadangan devisa ini masih aman. Yang penting bagi BI adalah membangun kepercayaan pasar bahwa BI ada di pasar agar nilai tukar rupiah tak terjun bebas.

Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual menilai BI perlu memikirkan cara menambah devisa dengan memperluas Bilateral Swap Arrangement (BSA). Dia menilai, devisa yang ada kini lebih dari cukup untuk impor. "Tapi untuk melunasi utang luar negeri jangka pendek perlu diwaspadai," ujar dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto