JAKARTA. Triwulan II menjadi periode rentan bagi kondisi perekonomian tanah air, terutama di bulan Juni yang menjadi puncaknya. Pasalnya adanya capital outlow atawa arus dana keluar yang tinggi akibat repatriasi aset serta pembayaran utang menyebabkan pundi cadangan devisa berpotensi merosot.Ekonom Samuel Asset Manajemen Lana Soelistianingsih mengatakan capital inflow alias dana masuk pada bulan Juni tidak sebanding dengan arus keluar yang bakal terjadi. Berdasarkan data, inflow pada bulan Juni sebesar US$ 750 juta. Terdiri dari arus masuk pasar saham sebesar US$ 180 juta dan obligasi sebesar US$ 570 juta.Sedangkan untuk arus keluar Juni sendiri perkiraan Lana bakal bisa menembus US$ 3 miliar. Asumsinya setiap triwulan ada repatriasi US$ 6 miliar-US$ 8 miliar.Untuk Juni sendiri akan cukup tinggi dan kemungkinan bisa mencapai US$ 3 miliar akibat adanya pembayaran utang, repatriasi aset, serta impor yang tinggi. Apalagi Bank Indonesia (BI) sendiri sudah memberi sinyal bahwa current account deficit (CAD) atawa defisit transaksi berjalan pada triwulan II bisa dua kali lipat dibanding triwulan I."Jadi beban berat bagi cadev. Masih bisa US$ 105 miliar pun (cadev) sudah bagus," ujar Lana kepada KONTAN, Rabu (2/7). Inflow yang hanya US$ 750 juta tidak mampu menutup outflow yang terjadi.Asal tahu saja, posisi cadangan devisa pada bulan Mei sebesar US$ 107 miliar atau naik US$ 2 miliar dari bulan April. Di sisi lain, Ekonom Standard Chartered Eric Sugandi memperkirakan masih ada potensi cadangan devisa meningkat meskipun tipis.BI sebagai otoritas moneter dalam hal ini tidak terlalu banyak melakukan intervensi ketika rupiah sempat menginjak posisi 12.000 per dolar AS pada akhir Juni kemarin. BI melakukan intervensi tapi terukur.Intervensi terukur dibutuhkan untuk bisa menghemat cadangan devisa. Apalagi di satu sisi ada permintaan musiman untuk repatriasi aset yang akan menguras pundi cadangan devisa.Mengenai berapa repatriasi aset yang akan terjadi, Eric tidak dapat memprediksi. Hanya saja, dengan adanya inflow yang masih terjadi bisa sedikit memberikan penguatan bagi cadangan devisa. "Cadev bisa naik jadi US$ 108 miliar," tandasnya.Dalam hal inflow, Eric menjelaskan ada hambatan dari situasi domestik yang berasal dari situasi pemilihan presiden (pilpres). Adanya pilpres membuat investor cenderung wait and see. Ditambah isu tapering off yang dilakukan Bank Sentral Amerika The Fed yang sebabkan negara berkembang terjadi outflow. Senada dengan Eric, Kepala Ekonom Bank Tabungan Negara (BTN) A. Prasetyantoko melihat posisi cadangan devisa pada bulan Juni masih berpotensi naik tipis. Inflow Juni memang tidak sebesar bulan-bulan sebelumnya karena masih menunggu perkembangan situasi politik. Namun dalam hal ini, outflow tidak terlalu besar karena situasi ekonomi dalam negeri cukup baik.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Cadangan devisa di Juni terancam melorot
JAKARTA. Triwulan II menjadi periode rentan bagi kondisi perekonomian tanah air, terutama di bulan Juni yang menjadi puncaknya. Pasalnya adanya capital outlow atawa arus dana keluar yang tinggi akibat repatriasi aset serta pembayaran utang menyebabkan pundi cadangan devisa berpotensi merosot.Ekonom Samuel Asset Manajemen Lana Soelistianingsih mengatakan capital inflow alias dana masuk pada bulan Juni tidak sebanding dengan arus keluar yang bakal terjadi. Berdasarkan data, inflow pada bulan Juni sebesar US$ 750 juta. Terdiri dari arus masuk pasar saham sebesar US$ 180 juta dan obligasi sebesar US$ 570 juta.Sedangkan untuk arus keluar Juni sendiri perkiraan Lana bakal bisa menembus US$ 3 miliar. Asumsinya setiap triwulan ada repatriasi US$ 6 miliar-US$ 8 miliar.Untuk Juni sendiri akan cukup tinggi dan kemungkinan bisa mencapai US$ 3 miliar akibat adanya pembayaran utang, repatriasi aset, serta impor yang tinggi. Apalagi Bank Indonesia (BI) sendiri sudah memberi sinyal bahwa current account deficit (CAD) atawa defisit transaksi berjalan pada triwulan II bisa dua kali lipat dibanding triwulan I."Jadi beban berat bagi cadev. Masih bisa US$ 105 miliar pun (cadev) sudah bagus," ujar Lana kepada KONTAN, Rabu (2/7). Inflow yang hanya US$ 750 juta tidak mampu menutup outflow yang terjadi.Asal tahu saja, posisi cadangan devisa pada bulan Mei sebesar US$ 107 miliar atau naik US$ 2 miliar dari bulan April. Di sisi lain, Ekonom Standard Chartered Eric Sugandi memperkirakan masih ada potensi cadangan devisa meningkat meskipun tipis.BI sebagai otoritas moneter dalam hal ini tidak terlalu banyak melakukan intervensi ketika rupiah sempat menginjak posisi 12.000 per dolar AS pada akhir Juni kemarin. BI melakukan intervensi tapi terukur.Intervensi terukur dibutuhkan untuk bisa menghemat cadangan devisa. Apalagi di satu sisi ada permintaan musiman untuk repatriasi aset yang akan menguras pundi cadangan devisa.Mengenai berapa repatriasi aset yang akan terjadi, Eric tidak dapat memprediksi. Hanya saja, dengan adanya inflow yang masih terjadi bisa sedikit memberikan penguatan bagi cadangan devisa. "Cadev bisa naik jadi US$ 108 miliar," tandasnya.Dalam hal inflow, Eric menjelaskan ada hambatan dari situasi domestik yang berasal dari situasi pemilihan presiden (pilpres). Adanya pilpres membuat investor cenderung wait and see. Ditambah isu tapering off yang dilakukan Bank Sentral Amerika The Fed yang sebabkan negara berkembang terjadi outflow. Senada dengan Eric, Kepala Ekonom Bank Tabungan Negara (BTN) A. Prasetyantoko melihat posisi cadangan devisa pada bulan Juni masih berpotensi naik tipis. Inflow Juni memang tidak sebesar bulan-bulan sebelumnya karena masih menunggu perkembangan situasi politik. Namun dalam hal ini, outflow tidak terlalu besar karena situasi ekonomi dalam negeri cukup baik.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News