KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Cadangan devisa Indonesia tercatat sebesar US$ 150,2 miliar di akhir bulan Agustus 2024, meningkat dari US$ 145,4 miliar di bulan Juli 2024. Cadangan devisa diperkirakan masih akan meningkat hingga akhir tahun 2024. Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede melihat peningkatan cadangan devisa ditopang oleh aliran modal asing masuk ke pasar keuangan domestik. Di antarana investor asing membukukan
net buy sebesar US$ 1,44 miliar, sementara kepemilikan investor asing pada SBN tercatat meningkat US$ 2,19 miliar dan kepemilikan investor asing pada SRBI juga meningkat sekitar US$ 0,89 miliar.
Baca Juga: Cadangan Devisa Meningkat Jadi US$ 150,2 Miliar pada Agustus 2024 "Aliran modal asing masuk ke pasar keuangan domestik juga merefleksikan penguatan nilai tukar rupiah sebesar 5,2% sepanjang bulan Agustus yang lalu," jelas Josua kepada Kontan, Jumat (6/9). Arus modal masuk ini menurut Josua didorong oleh pelemahan data tenaga kerja AS, yang mendorong ekspektasi penurunan suku bunga The Fed yang agresif tahun ini, sehingga meningkatkan sentimen
risk-on. Selain itu, SRBI mencatat arus masuk bersih sebesar US$ 0,93 miliar di bulan Agustus. "Kami juga mengantisipasi bahwa neraca perdagangan untuk bulan Agustus 2024 akan tetap surplus," ujarnya.
Baca Juga: 10 Negara Pemilik Cadangan Emas Terbesar di Dunia Seiring dengan menguatnya sentimen
risk-on dengan prospek penurunan suku bunga acuan The Fed tahun ini, terdapat potensi berlanjutnya aliran modal masuk ke Indonesia, yang akan meningkatkan cadangan devisa. Selain itu, pertumbuhan PDB Indonesia yang relatif resilient, meskipun terjadi perlambatan ekonomi global, memperkuat prospek positif bagi perekonomian Indonesia dan dapat menarik lebih banyak investasi asing langsung (FDI) hingga tingkat tertentu. "Namun, terdapat beberapa risiko negatif yang perlu diwaspadai, terutama potensi melebarnya twin deficit di Indonesia," ungkapnya.
Baca Juga: Surplus Neraca Perdagangan Makin Tipis, Akankah Balik Arah Jadi Defisit? Menyusutnya surplus perdagangan, yang didorong oleh normalisasi harga komoditas dan melemahnya permintaan global, ditambah dengan permintaan domestik yang kuat, dapat menyebabkan melebarnya defisit neraca transaksi berjalan (current account deficit/CAD). Selain itu, prospek defisit fiskal yang melebar dapat mengurangi daya tarik pasar obligasi domestik, bahkan di tengah kondisi The Fed yang lebih dovish. Risiko lain termasuk kemungkinan perlambatan ekonomi global yang lebih parah yang mengarah ke resesi, yang dapat mengurangi sentimen risk-on, meningkatnya ketegangan geopolitik di wilayah tertentu, seperti Timur Tengah, yang mendorong permintaan untuk aset-aset yang lebih aman (safe haven), dan ketidakpastian seputar kondisi politik di negara-negara Barat, terutama terkait dengan hasil pemilihan umum di Amerika Serikat.
Melihat perkembangan kondisi ekonomi dan pasar keuangan global saat ini, Josua memperkirakan cadagan devisa pada akhir tahun 2024 akan berkisar US$ 150 - US$ 155 miliar dari US$ 146,4 miliar pada akhir tahun 2023.
Baca Juga: Tembus US$ 150,2 Miliar, Pertumbuhan Cadangan Devisa RI Diproyeksikan Melambat "Oleh karena itu, kami memperkirakan nilai tukar Rupiah akan ditutup pada kisaran Rp 15.300 - 15.600 per USD pada akhir tahun 2024, dibandingkan dengan Rp 15.397 per USD pada akhir tahun 2023," jelasnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli